Life, stranger than fictions..

Welcome to my blog! It's a pleasure to have you here reading my hyperbolic scribbles. Some are archived stuff from my other blogs (inactive ones), some are brand new ideas. My words will be too much, overrated, out of line, dysfunctional, confusing, impractical and sometime don't make any sense. But in a hand, they have released my tense.
So enjoy these imaginarium of free mind. In a case you are interested to drop a line, or jes wanna appreciate any posts, don't be hesitate. Do your deed! Release those hustle-bustle inside your brain!

Wednesday, April 30, 2014

Tentang Menulis yang Sepertinya Menakutkan Itu

Menulis mungkin bagi sebagian orang menjadi momok. Kekhawatiran akan format yang tidak baku, tidak mengalir, tidak menarik, menjadi bahan cemooh, hal-hal tersebut banyak saya dengar dari teman-teman yang baru mulai menulis. Saya memahami ketakutan-ketakutan itu. Memang menulis bisa jadi lebih sulit daripada menyelesaikan soal Matematika. Karena menulis itu menyusun gagasan dengan kata-kata, yang dibumbui banyak pendekatan dan 'aksesoris' agar menarik perhatian segmen yang dituju. Beda dengan Matematika yang punya rumus pasti dan berprinsip kepada logika, maka ada aneka rumus yang mengejutkan dalam menulis. Dan, semua rumus itu tidak pasti. Nah, loh!

Di balik hal-hal yang menakutkan tadi, buat saya menulis itu meringankan beban di pikiran. Entah mengapa dulu saya baru bisa tidur setelah menulis di jurnal harian. Mungkin karena saya punya masalah berkomunikasi dan mempercayai orang lain, padahal saya punya tendensi ingin berbagi tentang pengalaman luar biasa yang saya alami sehari-hari. Menulis jadi medium yang sempurna.

Nah, cobalah memikirkan motif personal dari kegiatan menyusun kata itu, seperti dalam kasus saya. Seperti halnya keahlian lainnya, menulis membutuhkan latihan yang tekun. Menurut Rosihan Anwar, kunci menulis yang baik adalah dengan banyak membaca berbagai buku, lantas rajin mengamati serta berinteraksi dengan obyek-obyek tulisan. Membaca sangat penting dalam perbendaharaan kata dan pembentukan gaya menulis seseorang, selain gudang pengetahuan tentang tata krama menulis dan tata bahasa yang baik dan benar.

Sudah sepantasnya penulis mengetahui dan peduli pada aturan bahasa yang berlaku. Itu kalau mau jadi penulis yang bermartabat. Salah satu misi seorang penulis kan, mengedukasi pembaca. Tidak hanya sebatas informasi yang terangkum di tulisan, tetapi juga lewat bahasa yang dipakainya. Percayalah, aturan EYD tidak sekaku yang kita duga kok. Cobalah cari buku/artikel karya Rosihan Anwar, dan akuilah bahwa bahasa tulisan beliau selain mengalir sangat lancar dan menarik, juga baku namun tidak kaku.

Kalau sudah mantap dengan gaya penulisan dan ketatabahasaan, saatnya 'merapat' ke obyek tulisan. Mengamati dari jauh atau lewat referensi pihak kedua itu baik, tapi dengan berinteraksi langsung kita mendapat dimensi lain yang dijamin akan membuat tulisan lebih 'berbicara'. Penulis yang malas berinteraksi dengan obyek tulisan akan menghasilkan karya yang tidak membumi. Seperti bergosip, enggak valid.

Berbicara tentang berinteraksi langsung, saya bersyukur pernah menjadi kontributor di sebuah situs pemberdayaan perempuan dan majalah organisasi cepat-tanggap selama lebih dari setahun. Saat itu, tugas saya adalah membuat tulisan profil tokoh-tokoh yang menginspirasi. Maka setiap bulan saya ngobrol santai dengan 2 sosok yang direkomendasi editor saya, atau saya ajukan ke editor. Pada masa itulah saya mempertajam keterampilan berinteraksi, menyusun taktik dalam menggali informasi, menangkap gagasan narasumber yang saya wawancara sehingga dapat terilustrasi dengan tepat di tulisan saya. Beberapa kali wawancara dilakukan lewat medium surat elektronik--yang sejujurnya membuat pekerjaan saya lebih mudah. Tetapi sejujurnya pula saya kurang puas karena tidak bisa menangkap dan merasakan energi dari gestura mereka saat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Beda banget loh rasanya.

Demikian pula saat meliput kegiatan. Terutama di ranah pemberitaan keras, berinteraksi dengan pihak-pihak yang berbeda sudut akan sangat memperkaya tulisan. Jangan malas atau malu bertanya ke berbagai pihak yang hadir di sebuah acara/TKP. Kadang kejutan datang dari sumber yang terabaikan. Semua temuan itu menghasilkan tulisan yang berbeda. Pembaca pun mendapat sebuah gambaran nyata yang jujur dan adil. Tidakkah kita selalu menuntut sebuah pemberitaan yang nyata, jujur, dan adil?

Buat yang masih tak percaya diri dengan keterampilan menulis, saya mau berbagi teknik saya berlatih di era awal menjadi penulis: mulailah dengan menulis ulang kejadian tak terlupakan yang pernah dialami. Seperti bercerita ke sahabat saja. Atau, tulis ulang satu bagian sebuah buku yang paling disukai. Ubah tema, obyek, bahkan karakternya sesuai selera. Tiru habis-habisan gaya bahasa, plot, dan alurnya. Ulangi lagi dengan tema, obyek, dan karakter lainnya hingga beberapa kali, lalu cobalah membuat plot dan alur yang berbeda. Kalau awalnya dimulai dari latar sejarah atau alasan tokoh melakukan suatu tindakan tertentu, ganti dengan hasil tindakan si tokoh. Rumus awal fakta ditarik dari belakang ke depan, dibalikkan. Bereksperimen yang banyak, dan jangan sungkan bertanya pada sumber-sumber yang dianggap pantas menjadi rujukan, seperti guru bahasa atau kawan jurnalis yang lebih senior. Tidak tau itu bukan dosa, hanya belum dicerahkan saja.

Saat ini sejujurnya saya sedang mentok dalam menulis; entah kemana perginya gairah hidup saya itu. Bukannya sombong, tapi biasanya dalam sehari saya bisa mengkreasi 2-3 artikel feature (kalau reportase bisa lebih banyak lagi). Sekarang, satu sehari saja sudah beruntung sekali. Ini sungguh kondisi darurat!

Sepertinya saya perlu istirahat dan kontemplasi sejenak. Total menyegarkan diri dan stop kerja. Ya, sepertinya saya kelelahan. Saya sudah mulai bekerja sejak 1996, berarti sudah 18 tahun jadi budak industri dimana 14 tahunnya mengandalkan ilmu menulis. Sudah pantaslah kalau break dulu.

Meski kelelahan dan mulai sering kehabisan gagasan untuk menulis, saya sangat bersyukur mencapai tahap ini. Saya bukan penulis top, tidak populer di kalangan jurnalis, bahkan belum pernah punya karya buku. Tapi saya bangga dan takjub dengan semua pencapaian yang biasa-biasa ini. Paling tidak saya mengerjakan sesuatu yang saya suka dan memuaskan hati. Menjadi penulis adalah mimpi yang menjadi kenyataan.

Semoga setelah curhat tak karuan ini para pembaca yang baru ingin jadi penulis tak patah semangat. Dan buat saya, semoga semangat berbagi lewat tulisan dapat menggelora lagi. Amin.




Monday, June 17, 2013

Peribat amor

"Kau... sadar apa yang baru saja kau ucapkan?"

Hanya kalimat itu yang mampu meluncur dari kerongkonganku. Lelaki di hadapanku mengangguk dengan yakin, arah pandangannya terus tertancap padaku. Begitu lekatnya sehingga aku rikuh sendiri. Sesekali aku menunduk menghindar, mendongak sedikit, dan harus menunduk lagi ketika tatapan tajam itu seakan tak lekang diusir kebosanan.

"Aku sudah memikirkannya masak-masak," balasnya dalam ritme yang datar dan tenang.

Tuhan, apa yang ada di benaknya? Dasar lelaki tak berperasaan, aku tidak siap dengan kejutan semacam ini! Setelah bertahun-tahun mengenalnya, memaafkan setiap perilaku aneh yang mengaduk-aduk perasaan rawanku, selalu mencoba berpikir netral atas segala perhatiannya meski tak pernah terucap kata-kata sayang dan cinta bak sepasang kekasih... aku terus menerimanya. Sebagai, ah, sebagai apa saja! Dan sekarang, lihat bagaimana ia memperlakukanku?


*******************

"Aku ingin kita menikah. Lalu, aku bisa pelan-pelan mati digerogoti penyakit ini," ucapnya tanpa beban.

Gila! Siapa yang menyangka di balik pribadinya yang tenang, fisik yang tampak kuat, dan pembawaan yang penuh kasih itu ternyata ia menyimpan penyakit kanker ganas.

"Lalu apa? Kamu mati dan aku menderita sendirian? Itu egois namanya!" balasku tanpa pikir panjang.

Lelaki itu terdiam. Tatap mata yang biasanya menenangkan itu berubah mengancam. Aku jadi bergidik. Ada aliran penyesalan dalam hati, namun tak ku gubris.

"Mengapa kau berpikir picik begitu? Tidakkah kita semua akan mati, sakit atau sehat? Buat apa kau risaukan hal seperti itu?"

Kini aku yang terdiam.

"Kondisinya, aku kini lebih paham bahwa kematian sudah siap menghabisi hayatku. Ia sedang menunggu waktu yang tanda-tandanya dapat dibaca. Itu saja. Kapan waktu kematian itu tiba, lagi-lagi hanya Pemilik Hayat yang berkuasa," paparnya datar.

Tak pelak mataku memanas, lalu setetes air mengalir dari pelupuknya.


*******************

"Sayang, aku di sini. Jangan tidur, tetaplah tersadar. Ingat Barkah, ia membutuhkanmu. Kuatkan dirimu, jangan menyerah. Aku ingin kamu kuat, sayang."

Sayup-sayup ku coba membuka kelopak mata. Berat sekali. Pusing. Setelah ku kerjap-kerjapkan beberapa kali, mataku menangkap imaji sesosok pria yang pastinya terduduk di samping ranjangku. Ia suamiku. Pandanganku kian jelas; ku perhatikan wajah kuyu suamiku, matanya sembab, aliran air membekas di bawah pelupuk mata, napasnya tersengal-sengal, bulu-bulu tumbuh di daerah cuping hidung dan dagunya. Sudah berapa lama ia menemaniku di sini?

"A.. a... apa yang terjadi?" aku berusaha mengangkat kepalaku sedikit, namun ada rasa sakit luar biasa yang menyambar bagian belakangnya. Suamiku berdiri dengan sigap, memegang dahiku dan membawanya kembali ke atas bantal.

"Sssh.. Sayang, jangan banyak bergerak. Istirahatlah. Kamu belum pulih. Aku di sini, aku akan merawat dan menjagamu."

*******************

Sore itu aku berjalan menyeberangi jalan, menuju apotek dimana aku biasa mengambil 'jatah' obat suamiku. Obat ini sesungguhnya hanya serangkaian suplemen herbalis, bukan antidot penyakit kanker yang menggerayangi kesehatannya. Peniscayaan akan manfaatnya, ditambah keinginan suamiku untuk berlama-lama hidup bersamaku, menisbikan prediksi medis yang mengatakan umurnya tak sampai setahun.

Alih-alih menikmati kebersamaan yang kian panjang, sesungguhnya aku hidup menderita. Menderita karena dihantui kemungkinan suamiku akan tiba-tiba pergi meninggalkanku sendirian. Menderita setiap kali tersadar bahwa ia adalah separuh jiwaku, dan aku akan pincang tanpanya. Menderita karena bahkan sampai detik ini aku mendengar jelas celoteh malaikat pencabut nyawa yang sedang bersiap merampas semua kebahagiaan ini.

Dan saat itulah aku tak awas dengan sekelilingku; tanpa menjajaki lalu lintas dari arah kiri dan kanan, aku melangkah lunglai memotong arteri Margonda yang tak pernah sepi kendaraan. Sekonyong-konyong, sebuah motor menghantamku tanpa ampun. Aku terpental ke tepian jalan.

Semuanya tampak kabur. Aku hanya merasa ada sesuatu yang hangat mengalir di dahiku. Dan, terdengar suara cekikik malaikat pencabut nyawa yang menyayat telinga.

Wednesday, December 05, 2012

Kisah anak itik buruk rupa



Suatu hari seekor makhluk yang menganggap dirinya anak itik berjalan melewati pematang yang biasa ia lalui jika ingin ke tepian sawah tempatnya mencari cacing dan keong kecil kesukaannya. Dalam perjalanannya anak itik itu berpikir, mengenang masa-masa yang sudah dilewatinya. Masa-masa ia masih bersama induk dan kakak-kakaknya menghabiskan waktu mencari makan, bermain, bergurau, berselisih paham. Sebuah rantai kejadian yang seakan tak pernah habis, dimana kesalahan dan kegembiraan yang serupa berulang kali terjadi, yang jejaknya terukir di jiwa masing-masing anggota keluarga itik itu.

Si anak itik akhirnya paham bahwa pada saatnya kebersamaan itu akan berakhir, seperti juga semua pertemuan yang kelak akan tiba pada satu titik perpisahan. Maka ia memaafkan, berusaha melupakan pengalaman buruk, dan berpikir semuanya terjadi karena agenda yang lebih besar di kemudian hari. Ia bersyukur saja terlahir dengan warna bulu dan paruh yang cenderung suram, dan sayap yang terlalu lebar untuk ukuran spesies mereka, yang sempat menjadi bahan olok-olok kakak-kakaknya, bahkan induknya sendiri. Sebuah interaksi yang dalam pandangan orang tua menjadi suatu kewajaran; menggoda dengan stempel keunikan yang ada pada anak-anak mereka. Hal unik yang memerlukan kedewasaan untuk dipahami sebagai kekuatan. Hal unik yang membutuhkan ketegaran si pemiliknya untuk menerima apa adanya, karena sering kali lingkungan dengan mudahnya menghakimi keunikan dan perbedaan sebagai sebuah ketidakpantasan.


********************************************


Setelah sekian lama, anak itik tumbuh dewasa. Bulu dan paruh yang kusam serta sayap yang lebar itu mulai menjelaskan wujudnya. Si itik buruk rupa ternyata bukan jenis itik manila, bebek, bahkan bukan angsa. Ia adalah seekor burung garuda. Induk aslinya tak sengaja kehilangan sebutir telurnya yang menggelinding ke bawah bukit, dan bergabung dengan sekumpulan telur hijau muda di sebuah semak. Induk itik sempat terkejut melihat telur lurik itu, namun ia mengeraminya juga. Dua telur aslinya sampai gagal menetas, kehangatan energi kasih si induk itik terserap si telur asing. 

Sang garuda muda mengepak-ngepakkan sayap kekarnya, sesekali ia seperti melompat. Dalam beberapa kali usahanya, sang garuda pun mengangkasa. Ia tak lagi menjejakkan cakarnya di tanah. Di sebatang dahan pohon yang tinggi, sang garuda memandang jauh ke bawah. Ia memandangi sekelompok itik montok yang selama ini bersama-samanya. 







Entah mengapa seketika air liurnya menetes dari paruhnya, dan ia merasa sangat kelaparan...








Saturday, September 01, 2012

The Thieves: Adu Pintar Antar Pencuri


Pekan ini sebuah film produksi Korea Selatan bertema pencurian barang berharga dan tipu-daya di antara para pencurinya tayang di jaringan bioskop Blitz.


 Sekelompok orang yang berprofesi sebagai pencuri barang-barang berharga di Korea Selatan pimpinan Popeye (Lee Jung-jae) ‘diundang’ untuk ikut dalam sebuah rencana besar mencuri sebentuk berlian bernilai 20 juta dollar yang disimpan di sebuah brangkas di Kasino yang ada di Hongkong. Berlian yang dinamai “Air Mata Mentari” (Tear of the Sun) ini sudah lama diincar seorang pencuri buronan polisi, Macao Park (Kim Yoon-seok), yang pernah bekerja sama dengan Popeye dan Pepsi (Kim Hye-soo) di masa lampau. Saat itu, Macao Park terlibat kisah romantis dengan Pepsi, namun ia menghilang dengan hasil curian berupa emas seberat 68 kg. Dalam rencana aksinya, Macao Park juga mengundang kelompok pencuri dari daratan Cina pimpinan Chen (Simon Yam). Chen yang merupakan pencuri kawakan, menyimpan kisah lama dengan berlian bermata jingga itu. Ia pernah sekali waktu berhasil mencuri berlian itu dan berusaha menjualnya kepada penadah barang-barang curian, Wei Hong (Ki Gook-seo), yang tak lain pemilik tangan pertama dari Air Mata Mentari. Namun, pertemuan jual-beli itu tidak sesuai kesepakatan; Wei Hong dengan sadis menghabisi rekan Chen, dan hanya memberinya 500 dollar dan kesempatan untuk melanjutkan hidup.


 Konflik di film berdurasi 2 jam lebih ini terbilang tak habis-habis; setiap karakter memiliki jejaring masalah yang kaitannya kadang luar biasa 'aya-aya wae'. Tapi jangan salah, meskipun temanya terbilang gampang terjebak kisah klise yang sering membuat para pembuat film Hollywood mati akal, The Thieves justru fresh dan sangat menghibur. Tak hanya aksi para pencuri yang membuat penonton tak sempat punya waktu memikirkan hasrat buang air kecil, namun humor, kejadian-kejadian tragis, serta bumbu percintaan yang romantis sukses ditampilkan tanpa menimbulkan kesan dipaksakan. Lancar dan natural sekali. Bahkan, teman-teman yang saya ajak turut menonton--yang notabene perempuan-perempuan yang tak begitu suka film action--merasa sangat puas. Tentunya penampilan bintang-bintang muda Korea Selatan yang tak hanya ciamik aktingnya, namun juga 'segar dipandang mata' memberi kontribusi atas kekhusyukan teman-teman perempuan tadi menyimak film panjang ini. Dan, saya sangat merekomendasikan film ini untuk Anda tonton juga, baik dengan teman perempuan, lelaki, maupun banci. Asalkan, tidak bersama anak-anak kecil.



Thursday, May 24, 2012

Belitung, Surga Kecil Di Selatan Kepulauan Sumatra


Pantai dengan pasir putih, cakrawala biru nan cerah, pemandangan bawah laut yang memesona, serta budaya masyarakat lokal yang unik dan penuh keramah-tamahan merupakan alasan mengapa Pulau Belitung menjadi tempat favorit banyak orang, termasuk saya. Bahkan tanpa agenda yang padat dan jelas, pulau ini bisa dengan sendirinya menawan hati petualang alam yang mencari sebuah destinasi yang masih belum dijamah kemajuan zaman. Di sini Anda bisa berjalan menelusuri garis pantai, memandang batas horison yang tak bertepi, atau sekadar menghabiskan waktu dengan mengobrol ngalor-ngidul dengan penduduk setempat.

Pulau Belitung bak surga kecil di selatan Kepulauan Sumatra. Meski terpencil, banyak orang dari dalam dan luar negeri datang mengunjunginya. Bagaimana tidak? Selain keindahan pantai-pantai yang mengelilingi pulau yang tergolong masih jauh dari sentuhan modernisasi ini, para pelancong juga betah tinggal berlama-lama karena panorama alam bawah laut yang memanjakan mata dan batin. Diving dan snorkeling sama mengasyikkannya. Ikan dan terumbu karang berwarna-warni seolah memainkan pertunjukan penuh keriangan, lakon alam semesta yang masih penuh harapan atas kehidupan yang ringan dan tanpa beban.

Pulau-pulau yang terserak di sekeliling pulau utama juga layak didatangi. Selain berpantai indah dengan air kebiruan yang jernih, setiap pulau menawarkan petualangan tersendiri. Salah satunya, mercusuar tua di Pulau Lengkuas yang dapat Anda daki hingga ke puncaknya. Ini jadi ajang uji stamina. Anak tangga yang konon jumlahnya ratusan itu mungkin berat dijalani, namun di ujung sana Anda akan mendapatkan bayaran yang setimpal; pemandangan ke pelosok pulau yang luar biasa indahnya. Gugusan kepulauan nan hijau dengan garis pantai berwarna putih, lalu lamat-lamat melebur di garis laut kebiruan. Sungguh lukisan alam yang tiada duanya!

Pulau Belitung juga memiliki kekayaan lainnya; situs-situs historis dan pengalaman kulinari yang istimewa. Makan Mie Belitung dengan daging kepiting segar dan minum kopi di warung tradisional merupakan pengalaman yang tak dapat ditemukan di tempat lain. Dan kenikmatan makan siang di Pulau Lengkuas, dengan menu aneka seafood segar yang dibakar dengan batok kelapa. Sumpah, ini adalah masakan seafood yang paling lezat yang akan Anda rasakan.

Segeralah menyusun rencana berlibur Anda ke Belitung. Sebelum keperawanannya direnggut pembangunan yang terkadang tak menghiraukan aspek orisinalitas sebuah kawasan.

Wednesday, May 16, 2012

Mistikal Festival Budaya Dieng 2012


Kekayaan budaya masyarakat Dieng yang unik dan magis dapat kita saksikan langsung dalam Festival budaya Dieng tahun ini.


Seorang anak kecil mengalami demam tinggi saat salah satu helai rambutnya seketika menggulung. Proses ini berulang terus secara magis setiap kali ruas rambut sang anak menggulung, sampai akhirnya seluruh rambutnya menjadi gimbal...

"Rambut gembel" adalah sebutan bagi bocah-bocah berambut gimbal di daerah dataran tinggi Dieng yang dianggap titisan atau titipan para penguasa Segara Kidul. Peristiwa mistis terbentuknya rambut gembel ini dipercaya dapat disembuhkan dengan cara yang tak kalah magis pula; ruwatan.



Ruwatan hanya terjadi sekali setahun, di saat sang anak meminta diadakan upacaranya dengan beraneka syarat. Ada yang hanya meminta tahu gembus, namun ada pula yang sampai ingin dipotongkan 100 ekor ayam. Semua permintaan harus dituruti.

Menikmati Festival Budaya Dieng tak hanya sebatas keunikan upacara ruwatan si rambut gembel. Kekayaan alam dan budaya Dataran Tinggi Dieng yang terjaga dengan baik pantang dilewatkan. Di gerbang masuk kawasan, sebuah kompleks candi peninggalan abad kedelapan dengan nama tokoh-tokoh pewayangan akan menyambut Anda. Jumlahnya delapan, masih sangat baik kondisinya. Pementasan tari akan memeriahkan suasana. Kentalnya budaya lokal juga dapat Anda nikmati di malam hari, saat suhu semakin rendah, dan tradisi api-api pun dimulai.

Menjelang pagi, telusuri jalan setapak nan berliku menuju bukit Sikunir yang diselimuti pemandangan hijau. Sambutlah kemegahan momen kehadiran matahari yang luar biasa indah dari puncak bukit. Perpaduan warna alam yang hanya dapat Anda saksikan di sini.

Keindahan alam Dieng berlanjut pada pesona kawah-kawah dan telaga-telaganya. Untuk kesempurnaan perjalanan mistikal ini, cicipi pula kuliner asli yang dijamin akan menggoyang lidah Anda. Salah satunya, Mie Ongklok. Semangkuk mie rebus yang diberi bumbu khas dan kuah kacang, disantap bersama beberapa tusuk sate ayam, dan memori tentang kawasan berhawa sejuk ini akan melekat selamanya di ingatan Anda...


Temukan keunikan budaya yang terpadu sempurna dengan keindahan alam dalam paket perjalanan “Mistikal Festival Budaya Dieng 2012”. Trip akan dilaksanakan pada 29 Juni-1 Juli 2012. 

Wednesday, May 02, 2012

Trip Kulinari Chinese Food Di Halte TJ Kota - Harmoni






































Koridor 1 adalah satu trayek transjakarta yang paling awal beroperasi, melayani rute terminal Blok M hingga stasiun kereta Beos - Kota. Jalur ini membelah sebagian wilayah bisnis Jakarta Selatan, Pusat, dan Utara. Jalurnya tergolong ramai, melintasi sejumlah landmark Kota Jakarta, seperti Gelanggang Olahraga Bung Karno, Hotel Indonesia Kempinski, Monumen Nasional, serta Museum Fatahillah. Gedung-gedung perbelanjaan juga berjajar di sepanjang trayek ini, mulai dari yang lama seperti Ratu Plaza, Sarinah, dan Glodok, serta yang tergolong baru seperti FX, Grand Indonesia, EX, dan ITC Harmoni.

Namun yang paling menarik untuk ditelusuri lebih dalam dari separuh jalan di Koridor ini (terutama antara Halte Kota - Halte Transit Harmoni) adalah  deretan restoran dan warung makan Chinese food. Aneka olahan mi, dengan side dishbakso, irisan daging sapi, ayam atau babi, jamur, telur puyuh, pangsit, dan lain-lain dijajakan oleh koki-koki di kelas restoran hingga warung tenda dengan kekhasannya masing-masing.

Lokasi yang paling mudah untuk menemukan penjaja masakan ini ada di daerah Pancoran Glodok. Turunlah dari transjakarta di Halte Glodok, menyeberang ke pertokoan Glodok Baru di ujung Jalan Pintu Besar, Glodok. Sekitar 200 meter di belakang pertokoan ini terdapat sebuah gedung perbelanjaan bergaya lama bernama Gloria. Ciri khasnya, di muka pertokoan terdapat pedagang aneka jajanan khas Cina, seperti permen-permen masam, asinan buah, serta kacang-kacangan kering. Pertokoan ini sendiri terkenal dengan toko-toko penyedia obat herbal ramuan ala Cina. Konon di setiap toko obat itu juga ada praktik sinshe. Pedagang aneka masakan mi dapat ditemui di gang tak jauh dari pertokoan Gloria. Rupa-rupa mi dengan bentuk dan warna yang tak biasa dipajang di display masing-masing warung. Bagi penggemar masakan berbahan daging babi, di sini juga terdapat warung-warung yang menyediakan nasi campur.

Di Halte Olimo, halte setelah Halte Glodok, terdapat dua warung makan masakan Cina yang sudah turun-temurun melayani pelanggan setia mereka, Mi Akiaw dan Mi Akang. Keunikan dari keduanya adalah, Akiaw menyediakan aneka masakan mi yang direbus. Sementara itu, Akang menyediakan masakan mi yang digoreng. Ciri khas mereka serupa pada penyajian mi; selain dihidangkan dengan ‘lauk’ bakso, irisan daging dan jeroan rebus, atau pangsit sesuai pesanan pelanggan, mereka selalu menyediakan potongan daun bawang dan daun ketumbar serta bawang goreng dalam mangkuk-mangkuk berukuran sedang. Pelanggan bisa mengambil sesuai selera. Jenis-jenis mi yang mereka sediakan cukup lengkap. Ada kuetiaw, bihun, mi telur, dan mi beras. Yang paling istimewa dari mi di Mi Akiaw adalah kuahnya yang lezat dan gurih.

Sebelum warung Mi Akiaw dan Mi Akang, terdapat sebuah warung bakso yang tak kalah menggiurkan. Aroma kuah kaldunya sudah dapat tercium dari jarak 10 meter. Bola-bola bakso berukuran kecil dan besar beserta mi kuning basah, bihun, dan tauge terpampang di display kaca yang diletakkan di depan warung.

Kalau sudah puas mencicipi mi di warung Mi Akiaw atau Mi Akang, jangan lupa berjalan ke daerah antara Olimo dan Mangga Besar. Tak jauh dari dua warung tersebut terdapat pedagang juhi yang rugi untuk dilewatkan. Sotong berukuran sedang hingga besar dipanggang sampai kering dan dikepruk rata. Juhi disajikan dalam keadaan siap disuwir dan paling lezat dinikmati hangat-hangat bersama sambalnya.

Deretan warung tenda penjaja bakmi bangka dapat ditemui di sepanjang trotoar jalan di seberang Halte Mangga Besar. Warung-warung tenda ini buka mulai petang dan lumayan ramai pengunjungnya. Bakmi bangka Mangga Besar ini terdiri dari mi rebus yang dihidangkan dengan tumis daging ayam, tauge, sawi, dan bakso. Kuah bakmi bangka dihidangkan terpisah, biasanya dicampur baksi dan potongan daun bawang segar. Di antara warung-warung tenda ini selalu ada pedagang teh liang Medan. Segelas teh liang akan menetralisir lidah Anda setelah menyantap semangkuk bakmi bangka.

Sebuah restoran yang menjadi landmark masakan olahan mi Chinese food yang juga terdapat di jalur Koridor 1, tepatnya di seberang Halte Sawah Besar, adalah Bakmi Gadjah Mada (Bakmi GM). Dari tempat inilah merek Bakmi GM bermula, dan kini restoran ini memiliki cabang di hampir seluruh pelosok pertokoan dan gedung-gedung lain di Jakarta. Konon bakmi yang disajikan di restoran ini dibuat fresh oleh kokinya sehingga memiliki cita rasa yang istimewa. Oleh karena itu bagi para pelanggan setia restoran ini, mereka lebih memilih memesan mi kosong tanpa side dish yang disantap dengan kuah kaldu panas.

Berlanjut ke Halte Harmoni, sederet dengan sebuah toko serba ada Rezeki, terdapat warung tenda yang selalu terlihat penuh dan sibuk. Itulah warung tenda Tahu Pong. Tak hanya menyediakan makanan olahan tahu khas Semarang yang masih dipengaruhi cita rasa Tiongkok, warung ini juga menyediakan lunpia Semarang dan ayam goreng Kalasan yang diklaim bercita-rasa asli.

Seluruh penjaja masakan Chinese food tadi mulai buka sejak sore. Kecuali Bakmi GM dan warung-warung mi di pertokoan Gloria yang sudah buka sejak pagi. (Ciptanti Putri)