Life, stranger than fictions..

Welcome to my blog! It's a pleasure to have you here reading my hyperbolic scribbles. Some are archived stuff from my other blogs (inactive ones), some are brand new ideas. My words will be too much, overrated, out of line, dysfunctional, confusing, impractical and sometime don't make any sense. But in a hand, they have released my tense.
So enjoy these imaginarium of free mind. In a case you are interested to drop a line, or jes wanna appreciate any posts, don't be hesitate. Do your deed! Release those hustle-bustle inside your brain!

Monday, February 28, 2011

album baru Andien: Kirana

belakangan ini bermunculan banyak penyanyi jazz lokal. kualitas vokal mereka bagus-bagus, dan tak jarang kelasnya dapat disejajarkan dengan penyanyi dari negeri asal genre ini. bahkan ada satu, Dira Sugandi, yang bakatnya luar biasa. ia ditemukan oleh pemusik kawakan yang juga pentolan kelompok musik Incognito, Bluey, dan lantas memproduseri album debutnya.


tapi penyanyi jazz lokal favorit saya adalah Andien. si mungil yang sudah saya kenali bakatnya sejak masih dalam asuhan almarhum Elfa Seciora ini entah mengapa saya yakini bakal sukses di belantara industri musik jazz dalam negeri. terbukti sudah 11 tahun karirnya, ia masih eksis di jalur jazz.


ASEAN Jazz Festival Live at Coastarina, Batam 22-23 Nov 2008. Courtesy of Willy Brordus @Flickr
awalnya Elfa mencekoki Andien dengan irama-irama ala big band (broadway) yang beatnya lumayan cepat dan dinamis, dengan latar musik orkestra. syukurnya Andien kecil tampak lincah mengikuti segala arahan sang guru. hebatnya, Andien yang saat itu baru berusia 14 tahun membawakan lagu-lagu standard jazz di album pertamanya, Bisikan Hati. dan tidak main-main, lagu-lagu sulit macam The Boy From Ipanema dan My Funny Valentine! lagu yang pertama bahkan dibuat reprise. tengok video klip lagu Bisikan Hati; meski belum genap 17 tahun, vokal Andien tampak dewasa http://www.youtube.com/watch?v=8FSR4b_89v8&feature=related


album pertama Andien diterima dengan baik oleh para penikmat jazz, salah satunya saya. waktu itu jazz masih belum luas diterima pecinta musik tanah air, popularitas Andien pun kalah jauh dibanding Sherina yang baru sukses dalam film (dan ost) Petualangan Sherina. namun ia tampaknya tak ambil pusing, malah asyik melanglang buana memperbanyak jam terbang, tampil berkolaborasi dengan pemusik-pemusik jazz di berbagai festival jazz mulai dari kelas Jazz Goes To Campuss sampai Java Jazz. ia juga sesekali tampil bersama seniornya di kelompok vokal Elfa's Singer.


dua tahun kemudian Andien kembali dengan album kedua, Kinanti. di album ini ia pindah 'diasuh' musisi pop jazz kontemporer, Indra Lesmana. dengan sedikit sentuhan musik elektronik yang nge-dance, album ini terbilang unik dan eksperimental. sebuah lagu yang cukup hit, Sahabat Setia, dibuatkan video klip dengan tema futuristik. seru abis. di lagu Menjelma, tangan dingin Eki Puradiredja mengaransemennya dalam aliran semi-elektronik yang asyik banget di telinga. warna suara Andien yang memang merdu, lembut dan empuk, mendayu dan merayu. lagu ini jatuhnya jadi seksi.sebuah aransemen tradisional lagu ini pernah dibuat dan ditampilkan bersama kelompok musik Discus dengan iringan gamelan Saraswati. nikmati keselarasan vokal matang Andien berpadu dengan musik tradisional kontemporer ala Discus: http://www.youtube.com/watch?v=W4pqhXURzfE


tahun 2005, setelah tiga tahun vakum, Andien menelurkan album ketiganya yang berjudul Gemintang. ia tampil semakin dewasa, lagu-lagu di album ketiga ini lebih nge-pop dan bercerita tentang dinamika hubungan percintaan. Andien yang memang hobi menulis puisi dan deadly romantic, makin fasih membahasakan lirik-lirik cinta dan perasaan di setiap lagu dalam album ini. baik lagu yang riang seperti Milikmu Selalu atau yang syahdu macam Gemintang, sukses dibawakan dengan emosi suara yang tepat. soulful, in term of pop jazz.


meskipun tetap eksis tampil di festival-festival jazz, berkolaborasi dengan 101 penyanyi di aliran yang sama atau berbeda, dan bahkan membentuk kelompok 5 Wanita bersama Rika Roeslan, Nina Tamam, Iga Mawarni dan Yuni Shara, Andien belum juga membuat album yang keempat. bahkan setelah beberapa kali gagal dalam hubungan dengan lawan jenis, Andien tetap belum terinspirasi untuk masuk studio. atau justru karena gagal terus, lalu dia tak menemukan energi untuk membuat album? hmm..


Kirana, album easy listening yang ditunggu-tunggu, akhirnya hadir juga :)
barulah di akhir 2010, album yang menurut wartajazz.com, "Banyak pihak, terutama penggemar Andien yang menunggu atau bahkan “memaksa” supaya album ini segera diluncurkan" pun mejeng di rak-rak toko CD. meskipun dikemas dalam format audiophile recordings (maksudnya kualitas suara sangat jernih, but in my term it means 'pricey') tetapi lagu-lagu di dalamnya tergolong easy listening. orang awam yang tidak biasa mendengarkan komposisi jazz pun akan sangat mudah menikmatinya. tampaknya produser album ini enggak mau ambil risiko. terlihat juga bagaimana Andien hanya diberi satu kesempatan mengisi lirik lagunya sendiri, mungkin takut aura menye-menyenya merusak mood pasar bebas yang sedang mengarah ke musik dance. lebih kentara lagi, ada tiga lagu jadul yang di-remake di album ini; Bimbi (iya, lagunya Titik Puspa!), Keraguan dan Gemilang (dua-duanya dulu dinyanyikan Tri Utami). 


saya merasa album ini kalah jauh kualitasnya dibandingkan dua sebelumnya. sudah tentu album yang pertama yang paling bagus di antara keempatnya. sayang sih sebenarnya, kreatifitas dan vokal yang kian matang dari penyanyi ini tidak dibebaskan ekspresinya. nonetheless kerinduan para fans (dan saya) akan album barunya kini terobati. tak apa-apa deh keluar Rp100.000,- sekali dalam lima tahun! sukses buat Andien, teruslah bereksplorasi dengan suara hangatmu :)


Courtesy of jazzuality.com

Monday, February 07, 2011

[archieve] Welcome to the new horror classic, LET THE RIGHT ONE IN!

A well-crafted horror film in the tradition of Guillermo del Toro's THE DEVIL'S BACKBONE, Swedish import LET THE RIGHT ONE IN ably blends genre chills with genuine feeling. Oskar (Kåre Hedebrant) is a 12-year-old outcast who is frequently picked on by his classmates. He dreams of getting his revenge, but he never stands up to the boys. With the arrival of his new next-door neighbor, 12-year-old Eli (Lina Leandersson), Oskar may finally have found a friend, ally, and first love. But Eli is no ordinary girl: she must keep her pale skin out of the sunlight, she can perform inhuman physical feats, and she has thirst for blood. The bodies begin to pile up, but Oskar can't stay away from the girl who has finally given him courage. 








Based on the novel by John Ajvide Linqvist (who also wrote the script), LET THE RIGHT ONE IN is the best kind of horror film: one that transcends the tropes of the genre to become something new. This is director Tomas Alfredson's first foray into horror, and he doesn't hesitate to include bits of vampire mythology. But his background making comedies and dramas gives the film a surprising depth; the relationship between Oskar and Eli is tentative and sweet, even though their interactions may be surrounded by blood and violence. Composer Johan Soderqvist and the sound department create a fascinating palette of music and sounds that add to the film's perfectly chilly mood, and setting the film in a snowy Swedish suburb gives director of photography Hoyte Van Hoytema a starkly beautiful environment for shooting. Though LET THE RIGHT ONE IN is ostensibly about a pair of children, this is a horror film for adults. There are plenty of scares, but it remains moving and intelligent, a rare feat for the genre.



[archieve] "Happy-Go-Lucky", A Sunny Attitude To Cling On The Hope

ONCE I READ this seemingly a thoughtful line, "Life's jes like a trip of rollercoaster; been to the top and later on fell down, periodically." What a scary swing! No wonder most of us tend to be skeptical.

If you currently feel down and can barely smile to this cranky, moody world, watch "Happy-Go-Lucky." This English motion picture is literally told about a happy-go-lucky life of a primary teacher, Poppy (Sally Hawkins) who brings an infectious laughs and an unsinkable sense of optimism to every situation she encounters. Later on she harvest the fruits of her positive attitude, eventhough she previously 'swang' many times by horrific tracks of rollercoaster (life), that most of humanbeing ever ride on. Poppy's positive state of mind has overcome all the barrier both for her and the people around her.

Sally Hawkins jes won Golden Globe for her endless cheerful acting that, I must admit, deserves a prayers of adoration.

While still in theatres, I highly recommend all pessimistics, fuming, bitter and cynics people to watch this movie. The rest is very much welcome, too. And let's not forget the hint: Be thankful and enjoy your life! 




Mengapa HARKITNAS jatuh tanggal 20 Mei?

Hari Kebangkitan Nasional, mengapa jatuh di tanggal 20 Mei? Apa hanya saya yang penasaran dengan penetapannya?

Konon pada tanggal segitu terbentuklah Boedi Oetomo (BO), sebuah organisasi yang lahir dari pertemuan-pertemuan dan diskusi yang terjadi di perpustakaan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen oleh sejumlah mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Menurut buku sejarah di sekolah, BO memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa Belanda, serta bagaimana cara memperbaiki keadaan buruk dan tidak adil itu. Para pejabat pangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan jabatan. Dalam praktik pun mereka tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda.

80 persen dari kalimat di atas saya ambil di situs wikipedia ketika saya input kata "kebangkitan nasional, 20 mei 1908" di mesin pencari Google. Terus terang saya penasaran dengan pemilihan tanggal untuk jargon sebesar itu. Sebenarnya ada apa dengan Boedi Oetomo sehingg akelahirannya lantas dijadikan tonggak untuk bangkitnya sebuah bangsa yang nyata-nyata sudah sejak ratusan tahun lalu (dinilai) terpuruk ini?

Dari oprek-oprek selanjutnya, secara mengejutkan saya mendapat link ke situs-situs lain yang komplen dengan pemilihan tanggal sekian sebagai harkitnas. Dikatakan mereka bahwa BO itu organisasi kendaraannya Belanda karena seluruh ketuanya notabene para priyayi Jawa yang ditunjuk, diangkat dan digaji oleh kumpeni. Mereka juga tidak bisa dibilang organisasi yang nasionalis karena keanggotaannya eksklusif terdiri dari suku Jawa dan Madura saja. Pergerakannya pun hampir tak menonjol, kalah jika dibandingkan gerak organisasi Sarikat Islam, misalnya. La wong thn 1935-nya BO tutup toko alias bubar. Dan, tidak pernah 'bangkit' lagi. Mati, diam, titik. Game over.

Situs-situs dan blog-blog pribadi yang kebanyakan berlatar belakang Islam itu lalu mengklaim hari lahirnya Sarikat Dagang Islam justru lebih layak dijadikan momen acuan yang penting dirayakan setiap tahunnya. Mengapa? Karena SDI berdiri jauh sebelum BO, dengan azas yang lebih heterogen (para pedagang dari suku yang beragam, misinya ingin melepaskan diri dari kungkungan peraturan kumpeni yang menindas), meski sangat harum bau Islam dan dagangnya.

Pencarian saya makin seru ketika tak sedikit pula pihak yang tidak setuju dengan klaim 16 Oktober (tanggal lahirnya SDI) lebih tepat sebagai harkitnas. Hari kebangkitan Islam atau perdagangan, mungkin bisa. Tapi harkitnas? Mmh, tunggu dulu! SDI bukan organisasi yang sukses-sukses amat jaga imej karena kelak kemudian hari melahirkan PKI yang komunis. Komunis yang atheis jelas kontra-paralel dengan azas Pancasila yang berketuhanan dan Islam secara general yang menolak atheisme.

Debat seru dan asyik ini sebatas opini bebas di alam maya dan belum menjadi wacana yang serius di tingkat cerdik-cendikia. Apalagi para pejabat dan politisi. Hell with this, we're busy with consolidation! mungkin itu jawaban mereka. Tapi sudah pernah ada desertasi yang membahas kesalahan penetapan tanggal harkitnas ini. Kalau boleh memilih, momen Sumpah Pemuda jauh lebih layak disebut harkitnas karena memenuhi seluruh aspek yang dibutuhkan untuk sebuah jargon semegah itu; mencakup elemen suku bangsa yang beragam, bervisi nasional, dan melahirkan satu misi luhur negeri ini, yakni kemerdekaan RI.

Jadi kapan harkitnas berubah tanggal? Ah, mungkin kekacauan persepsi atas hari yang luar biasa besar maknanya itu mencerminkan kondisi di negeri ini. Atau kita memang tak pernah benar-benar bangkit sebagai sebuah bangsa?


Apa pantas kelahiran Boedi Oetomo menjadi tonggak Harkitnas?


Thursday, February 03, 2011

[archieve] "Angels and Demons" yang kriyak-kriyuk itu

Tidak sengaja nonton film ini. Ketika itu saya memenuhi janji ke sahabat sejak SD, Mina, untuk menonton film di salah satu bioskop di Bekasi. Awalnya dia mau ajak nonton 'Gila Disko', tapi berakhir di pilihan 'Angels and Demons'. Film ini blas di luar rencana kami berdua--Mina ngebet nonton film Indonesia, sementara saya rada trauma dengan 'Da Vinci Code'--tapi kami pasrah aja. Dengan modal aneka snacks yang kami beli di Superindo dan sebotol air kemasan, kami pun memasuki pintu teater 2..

Setelah selesai nonton, saya langsung setuju 100% dengan kritik hina-dina yang diterima film ini di situs rotten tomatoes (http://www.rottentomatoes.com/m/1189217-angels_and_demons/); film ini "waste of time" dan proyek cari uangnya Ron Howard (sutradara) dan Tom Hank (bermain sebagai Langdon lagi, nggak kapok ya?) aja. Dipenuhi bintang-bintang layar lebar (ada Ewan McGregor), sutradara kelas kakap (Ron Howard gitu), komposer musik yang bagus (Hans Zimmer), dan setting film yang cantik, toh film ini rada 'kosong' tidak meninggalkan kesan apa-apa karena terlihat naif sekali ingin menelanjangi gereja. Nilai-nilai kesakralan yang harusnya bikin goosebumps dan bisa jadi bumbu tersendiri malah nggak kerasa atau jadi silly banget ditindas sikap ingin tahu nan arogannya Langdon, yang juga terasa dibuat-buatnya.

Dasar film action, hal-hal kecil yang penting untuk pengetahuan awal para penonton malah di-skip, diganti adegan bunuh-bunuhan, kejar-kejaran, adegan Langdon sok-sok mencari dan menemukan petunjuk, dan aneka kebetulan-kebetulan yang kelihatan banget dipaksakan muncul. Saya enggak terbawa emosi (at all!) waktu Ewan McGregor membakar diri di ending film ini (he's too handsome to be cremated after all). Malah teringat acting dia di film "Velvet Gold Mine"; seperti melihat pertunjukan musik di era glamrock!

Tapi nggak rugi-rugi amat sih nonton film ini. Kita bisa liat pemandangan luar biasa cantiiik di Vatikan, gedung-gedung tuanya yang terawat, dan ruang-ruang rahasia yang tak terduga saling berhubungan. Meskipun lagi-lagi diperlihatkan betapa mudahnya mengakses fasilitas-fasilitas rahasia di sana, buat saya ini pengetahuan baru seputar Kota Vatikan dan gedung-gedung penunjang kesehariannya. Bagusnya lagi ini bukan film action dar-der-dor yang memaksa bikin adegan menghancurkan gedung-gedung indah peninggalan sejarah. Awas saja kalo iya...

Saya tidak terlalu paham dengan sistem gereja and how it works. Yet sadly to be said, film ini bikin perasaan jadi campur-aduk (dan rada sinikal) dengan termin 'kepatuhan' ala pengabdi-pengabdi di sana (any religion's base in general). Batas tipis sifat 'malaikat dan hantu' yang dalam film ini digambarkan oleh perilaku 'jahat' Camerlengo Patrick tiba-tiba menihilkan pengetahuan tentang pengabdian luar biasa mereka yang dilandasi cinta buta kepada Sang Maha Pemilik. Orang-orang yang harusnya kita hormati pilihannya dan terjaga 'kesuciannya' itu berubah jadi seperti kita yang awam ini; yang penuh prejudis dan sangat duniawi. Padahal area yang mereka geluti sehari-hari adalah agama, sesuatu yang dipahami secara umum sebagai 'petunjuk hidup'. Konon Vatikan tak terlalu ambil pusing dan nge-ban umatnya utk nonton film ini. Mereka belajar dari pngalaman pas Da Vinci Code, yang malah sukses berat pas mereka bikin komplen. Pendapatan Da Vinci Code tercatat sampai US$218 juta. Reaksi Vatikan yang bikin banjir duit itu nggak terulang di petualangan Langdon kali ini.

Balik ke bioskop, kami adalah penonton paling 'ribut' karena nggak berhenti mengunyah aneka makanan waktu menonton film ini. Ada kripik kentang rasa teriyaki, rasa keju, kripik singkong pedas, dan wafer coklat. Begitulah, film dan mulut kami pun kriyak-kriyuk tiada henti. Lalu kami menjalankan aksi memeperkan sisa MSG di jemari ke sandaran tangan (hahaha). Eh iya, tak lupa bekal lontong isi jebakan rawit bikinan Mina yang maknyus pedesnya! Rada kucing-kucingan juga karena ternyata sekarang sudah tidak boleh lagi bawa makanan ke dalam teater bioskop! Kelamaan jadi member lapak DVD bajakan nih..



Tom Hank masih direbonding di sekuelnya Davinci Code ini. Enggak banget!
Kontroversi murahan pas premiernya. Nggak nolong sama sekali.
Ewan Mc Gregor.. on fire!


[archieve] Penelope: Saatnya menerima keunikan

Penasaran banget waktu diajak nonton screening film ini. Selain ada nama James Mc Avoy, ada pula Christina Ricci yang konon kurang bagus hoki keaktrisannya di belantara Hollywood. Lebih aneh lagi, terseliplah nama Reese Witherspoon sebagai pemeran pembantu. Kok mau jadi pembantu? Hm, mungkin dengan dukungan aktor-aktor hebat, hoki si Christina Ricci bisa berubah...


Kenapa Reese enggak jadi pemeran utamanya?


Anyway, film ini bercerita tentangg perjalanan hidup seorang gadis yang lahir dengan hidung babi (it’s true! babi, pig. yes, that oink-oink creature!) bernama Penelope. Penelope dapat hidung babi gara-gara kutukan yang menimpa nenek moyangnya. Konon orang-orang (dan keluarganya) percaya bahwa kutukan itu bisa hilang kalau Penelope dinikahi oleh pria berdarah biru yang total mencintainya. Fairy tale banget ya?


Seisi kampung gempar dengan kehadiran anak berhidung babi!
Nah, secara si Penelope golongan bangsawan, ortunya over-protektif karena segala tindak-tanduk mereka menjadi konsumsi publik. Mereka setiap hari dikejar-kejar paparazzi. Emaknya Penelope pernah memukul seorang wartawan bernama Lemon yang ketangkap basah bersembunyi di dapurnya, sampai-sampai satu mata si wartawan itu buta dan dia trauma banget sama emaknya Penelope!


Lemon, paparazzi yang kehilangan satu mata oleh emaknya Penelope.
Merasa anaknya 'aneh' dan in general buruk rupa karena berhidung babi, si emak pun nggak membiarkan Penelope bersosialisasi di luar rumah karena menyangka orang-orang hanya akan menyakiti hati Penelope. Sampai akhirnya Penelope sudah cukup besar untuk menikah, emaknya pun nyewa jasa EO untuk mengadakan audisi calon suami. Tentunya dengan syarat berlatar belakang keluarga bangsawan, seperti tuntutan kutukan zaman nenek moyangnya Penelope dulu. Dan biar filmnya seru, prosesnya dibuat nggak gampang. Banyak calon yang gagal karena setelah lihat wajah perempuan berhidung babi itu, mereka langsung loncat dari lantai 2 saking jijaynya. Bahkan ada satu kandidat yang sampai benci banget sama Penelope. Tapi ya ada juga satu yang akhirnya fall in love with her.. Yah tipikal drama komedi romantis, lah! 


Salah satu peserta audisi, Edward, syok melihat penampakan Penelope.
Max jatuh hati dengan kecerdasan Penelope, bahkan tanpa tahu penampakan si hidung babi itu.
Trusnya, bla-bla-bla, yada-yada-yada. Silakan ditonton sendiri. Terus terang secara cerita film ini nggak terlalu menarik utk saya, tapi ada hal yg menonjol dr film ini: art directing-nya bagus. Setiap frame kelihatannya direncanakan dengan hati-hati. Semua items--property, warna, wardrobe--dipadu-padan dengan bagus. Meski kontras, tapi harmonis. Jadilah presentasi film ini (menurut saya) sedap dipandang mata. Hampir sekelas dengan Amelie, atau The Boy in Stripped Pajamas.


James Mc Avoy looks very cute in this movie..

Salah satu frame visual yang jadi favorit saya di film ini. Cakep!
Btw, mau kasih bocoran nih untuk yang belum nonton filmnya. Sedikit. Ternyata kutukan Penelope hilang bukan karena ciuman dari si pangeran berkuda putih seperti dugaan orang-orang. Tapi justru ketika si gadis berhidung babi itu dengan full-consciousness merasa utuh dengan segala apa yg ada pada dirinya. What's the problem with hidung babi? Beda-beda tipis kan sama orang-orang yang berperut busung bak babi? Hehehe, bukan gitu ding pesannya... Maksudnya, terima aja apa yang sudah dikaruniai oleh Sang Pencipta. Kalau ada yang rasanya 'kurang', jangan terlalu fokus ke situ. Masih banyak yang wajib disyukuri dan digali potensinya, biar bisa jadi manusia yang 'utuh'. 



Ayo, ayo, ditonton! :)
Dalem pisannn.