Life, stranger than fictions..

Welcome to my blog! It's a pleasure to have you here reading my hyperbolic scribbles. Some are archived stuff from my other blogs (inactive ones), some are brand new ideas. My words will be too much, overrated, out of line, dysfunctional, confusing, impractical and sometime don't make any sense. But in a hand, they have released my tense.
So enjoy these imaginarium of free mind. In a case you are interested to drop a line, or jes wanna appreciate any posts, don't be hesitate. Do your deed! Release those hustle-bustle inside your brain!

Wednesday, March 30, 2011

Dear New Beginning, (Ready Or Not) Here I Come!

I had a relaxing conversation one night wiz my two buddies, Atik and Mia. Eventhough I only have a little knowledge about them (I sporadically met Mia, and I jes knew Atik for a couple of months) but I'm certain that they both are my patrons when it comes to moonlighting. They've been in ups and downs, and I admire their endurance. Amazingly they both gave me positive comments, even praises--they're sure I'd be OK and would certainly be able to pass through this phase.

Well, that night I kinda need their support regarding my situation; not so dramatic, but I'm gonna move out from this imprisoning status. Though it's really confusing, you know, to realize your wishes are eventually granted. Such a shocking memento and at first I thought I was not ready yet. Then the time has really come, no turning back!

Another support I got from my happy-go-lucky experience with this Penerbit in Ciputat. I feel like I have all endorsement from the whole universe that has been made a sweet reconciliation to plug me in into their system. It's damn too easy! Damn. I mean, thank You! :)

Frankly I've been misdoubting my ability to be independent all this time. As a writer, I have not made any books yet. I might write some articles in many diff'rent media, but none is outstanding. My work in translating business is merely a supporting role. Not purely my piece. Same case with editing. I'm consciously aware that I'm no special. How can I survive in this jungle of creative competition if you're just another ordinary one?

Even though as an individual I always exercise all the possibility to increase my creative skill. My major problem was my limited access to the creative community, and of course time availability.

You see, I'd been in this dilemma for years and in one stage I couldn't handle it any longer. It's just things were not ever sided in me. My salmonella typhi, car incident, those financial hesitations, my daddy brain surgery. I was rotten inside, cried for redemption, yet helplessly idled. I realize I was in that so-called comfort zone!

But then I guess I'm just a lucky lad with dozens of wonderful friends. Not long after I got recharged by Mia and Atik, and that fantastic offer from Penerbit in Ciputat, my dear pal, mbak Ina, came up with these simply irresistible business ideas. I was like awaken, electricuted (in good manner) and realized that I have to live up my passions to create things.

I have to mention other names, too. Like Melvi, Dani, Lina, Lanny, Mina, Ully, Iwan, Frisca, my cuz Lina and mbak Atiek, my loving family back there in B-Town. Zillion of thanks for your trust on me. Wow, this is new; suddenly I cannot wait to surrender the old, tiring me!

"Break Free", courtesy of www.glogster.com

Bismillahirahmannirahiiim... Hey new beginning, I wanna see you. Immediately :)

Wednesday, March 23, 2011

Let me in: this remake isn't that sucks! [archieve]

Akhirnya Hollywood bikin remake film horror paling keren tahun 2008, "Let The Right One In". Film Swedia yang berkisah tentang persahabatan bocah 12 tahun yang rajin di-bully teman-teman sekolahnya dengan seorang anak perempuan yang ternyata vampir ini sukses membuat film Twilight jadi garingggg banget. Well, meskipun at the end yang laris manis bak kacang goreng emang the silly one.. (pis ya, penggemar Twilight). Tapi yang banyak dapat penghargaan dan puja-puji dari pecinta film horror (dan produk audio visual secara general) adalaaaah "let the right one in" :)

Gembar gembor film remake yang judulnya diperpendek jadi "Let Me In" ini sudah santer dari awal tahun 2010. Hebohnya sampai ke diskusi panjang tentang poster yang representatif untuk film ini. Secara 'kan poster film versi Swedia-nya super keren. Jadi para fans berharap poster remake-nya bisa menyamai semua pertimbangan desain yang ciamik dari versi terdahulu. Dan, voila! Dramatis sekali.



Considerable movie poster: manusia di musim dingin akan menghembuskan asap kabut dari mulutnya (kanan). Yang kiri enggak.
Kritik pedas banyak diterima oleh film ini di awal penayangannya di bioskop. Selain cast yang kurang pas (padahal sutradara sudah habis-habisan niru versi aslinya), enggak tahu kenapa si sutradara seperti copy cat seluruh plot dan alur film aslinya, alias enggak ada modifikasi yang memberi sentuhan berbeda. Wajah sendunya Chloe Moretz (bermain sebagai adiknya Joseph Gordon-Levitt di 500 Days of Summer) memperlihatkan betapa Matt Reeves ngeri bereksperimen lebih jauh. Saya merasa Dakota Fanning lebih pantas mainin cast Abby. Ekspresi Chloe kurang haus darah, hehe. Terlalu innocent. Kalo Lina Leandersson (Eli, little vampire di versi aslinya), bisa mengeluarkan ekspresi yang terlihat sangat buas. Meskipun wajah anak-anaknya cukup meyakinkan ketika adegan 'normal'.


Wajah Chloe lebih pantas jadi korban!
Bandingkan dengan wajahnya Lina Leandersson ini.
Setting ceritanya dipilih di New Mexico, kota kecil yang (katanya) sepi dan jauh dari kehidupan kota-kota besar Amerika lainnya. Persis dengan setting terdahulu yang diambil di Blackeberg yg identik dengan kesuraman. Aduh, bener-bener dah, Matt Reeves enggak berani mengubah banyak di filmnya ini!

Meskipun versi remake ini enggak seromantis dan sesadis versi aslinya, film ini enggak jelek sama sekali. Apalagi bagi mereka yang belum nonton versi aslinya, pasti terasa 'sedap' deh. Langsung setuju bahwa film ini jauuuh lebih romantis dibanding Twilight yang maksa banget itu, hehe. Dan bagi yang sudah nonton versi aslinya, well this one is lighter and entertaining!



Atas: Eli meluk Oskar (romantiiisss banget). Bawah: Abby meluk Owen (Owen kurang chemistry).
Kiri: Kodi Smit-McPhee, aktor cilik berbakat Australia yang bakal jadi the next Leonardo DiCaprio.


PS: Enjoy the blood! ;-)

Saturday, March 19, 2011

Cerita ular [archieve]



SIAPA YANG TIDAK TAKUT DENGAN ULAR? mungkin hanya pawang ular, dukun bercincin batu akik besar, fakir India (yang dlm komik-komik suka meniup seruling sehingga si ular menari meliuk-liuk, keluar dari dalam tempayan), atau si abang tukang obat dan tukang sate ular. termasuk saya. maksudnya, saya takut dengan ular. enggak sampai paranoid sih, hanya memilih tidak berada satu ruangan dengan binatang melata itu. meski ogah sama sekali utk berdekatan dan bergaul dengan ular, konon saya sering 'ketemu' dengan makhluk berbisa ini.

terutama waktu masih kecil. kebetulan rumah kami ada di daerah eks- kebun. beberapa ekor ular aneka warna dan ukuran sudah sukses invasi ke rumah. pernah seekor ular seukuran lengan anak-anak, warnanya kuning pucat dengan kalung putih, ditemukan kucing kami yang hanya berani loncat kian kemari sambil mengeong nggak karuan. ketika saya melihat 'makhluk' incaran si kucing, seluruh tubuh langsung bergidik takut. ayah saya meminta bala bantuan tetangga untuk menangkap ular itu. dia tidak dibinasakan. kata ayah, justru dijual entah ke siapa.

saat bermain di kebun sekitar rumah nenek saya (yang letaknya di muka rumah kami), saya sering tak sengaja bertemu ular. saya pernah terbirit-birit mencari tempat persembunyian waktu main petak-umpet, lalu berbelok ke pengkolan di belakang rumah nenek dimana terdapat susunan genteng bekas. settt, beloklah saya ke situ dan langsung terdiam. saya membelakangi susunan genteng sambil menata napas. perasaan agak nggak enak. badan saya berbalik. ternyata tepat di depan saya, melingkar seekor ular hitam dengan kalung merah. ukurannya lumayan besar. saya tercekat. tiba-tiba ada kekuatan nggak tahu dari mana, saya terpantul dan jatuh ke belakang. tapi ular itu diam saja. rupanya sedang tidur! alhamdulillah..

di dekat rumah nenek itu pula, ada sebatang pohon jambu klutuk yang cukup tinggi. saya punya dahan tempat "nongkrong"; tingginya sekitar 4-5 meter dr permukaan tanah. karena fisik kayu pohon jambu klutuk yang cukup kuat dan elastis, saya suka duduk di dahan itu dan terayun-ayun tiupan angin. suatu siang, saya memanjat pohon itu dengan semangat. hari itu angin bertiup cukup kuat. saya terkenal cukup terampil memanjat, dan tidak lama sdh hampir sampai ke dahan favorit. ketika tangan mulai meraih dahan dan ingin mengangkat kaki dan pantat naik ke tahap selanjutnya, tiba-tiba sesuatu ikut 'nemplok' di dahan itu. astakfirulooo, ular pohon! makhluk berwarna hijau muda setebal 3 jari org dewasa dengan panjang hampir 3 meter itu rupanya baru mendarat dari pohon lain. ular pohon memang bepergian dengan cara meloncat dari satu pohon ke pohon selanjutnya. tapiii, kenapa harus ke pohon jambu klutuk itu sih? maka, kami berdua yang sama-sama baru 'sampai' pun saling terkejut. ular pohon itu memantul terbang pergi karena kaget. konon saya nggak kalah kaget. tapi saya nggak bisa memantul, apalagi terbang. maka, "bum!" saya pun terjatuh dari dahan tinggi itu, menghempas tanah dengan sukses..

selepas masa main-main di kebun nenek dan mulai sibuk di sekolah dan kemudian bekerja, saya memang jarang ketemu ular lagi. paling liat di tivi atau di kebun binatang ragunan kalau liputan ke sana. tapi, ternyata ular masih eksis. beberapa waktu lalu, ketika sedang beres-beres di depan rumah, ada ular kecil seukuran ibu jari dan lumayan panjang sedang bersemayam di bawah tumpukan sendal. kaget juga. saya nggak membunuhnya meskipun kakak sudah panik nggak karuan dan siap dengan batang sapu. saya usir baik-baik dengan sapu lidi, lalu menaburkan garam dapur di sekeliling area depan rumah. ular itu lari entah kemana. saya pikir dia nggak akan balik. dasar ular, malamnya dia malah mngejutkan kakak saya yang sedang duduk nonton tivi. dia loncat dari langit-langit rumah kami! aksinya membuat kakak saya kalap dan tega menghabisi ular yang (menurut saya) bingung itu.

di alam mimpi pun saya beberapa kali bertemu ular. biasanya ular-ular dalam mimpi saya warnanya abu-abu dan suka mengejar saya ke mana pun saya lari. untungnya saya selalu lolos. biar kata orang mimpi bertemu ular itu artinya bertemu jodoh, saya pilih tetap selamat nggak tertangkap si ular. ogah, amit-amit deh! mending digigit onta daripada digigit ular. beneran!

nggak ada yang penting sih dari catatan ini. tapi ya itu, tampaknya ular masih mungkin ada di sekitar saya. dan, mungkin di sekitar Anda. hati-hati saja. hindari menumpuk barang yang menghasilkan rongga. rajin-rajin membersihkan area depan rumah dan sekali-kali taburi dengan garam (seperti waktu kemping pramuka dulu). wah, membayangkan si makhluk melata yang berbisa itu saja bikin sekujur tubuh geli dan super-takut. aduh, mendingan nonton film horror tiap malem deh daripada ketemu ular lagi! mudah-mudahan kami berdua selalu hidup damai di alamnya masing-masing, amiiiin...


Thursday, March 17, 2011

Ada apa di bawah pohon? [archieve]

Kalau ada film berjudul “Under The Tree,” lantas apa yang tersirat di benak Anda? Inilah catatan ringan saya (khayalan menyesatkan!) sebelum pergi menonton peluncuran film besutan sutradara Garin Nugroho di Blitz GI Kamis lalu. 


Under The Tree = Undur-undur. 
Mungkin cuma saya yang langsung mengasosiasikan frasa itu dengan binatang kecil ini. Konon, sewaktu masih kecil saya doyan mengorek-orek sarang mereka. Well frankly I often did to any other, such as black ant and earthworm. Saya suka memperhatikan mereka dari jarak dekat; bentuknya bulat seperti kutu caplak, badannya berbuku-buku, dan punya sepasang claws yang cukup seram dalam pembesaran 10 kali lipat. Sebenarnya rada mirip binatang di zaman dinosaurus, nggilani juga kalau bermutasi ke ukuran seekor kucing…

Under The Tree = Parpol Zaman Orba.
Ngerti dong maksud saya? Secara sekarang sudah dekat wayahnya PEMILU, jadi parno ke situ. Mungkinkah Parpol mengintervensi area sinematografi? Possible. Begini tagline-nya: "Di bawah naungan pohon beringin, rakyat Indonesia akan meraih kembali masa-masa keemasan. Harga bahan pokok terkendali, rakyat makmur, negeri aman tentram loh jinawi…"

Under The Tree = Adem, semilir angin. Jadi pengen tidur, deh!
Ah, kalau yang ini persepsinya si Iw-iw. Terbukti benar. Tak lama film diputar, dia langsung pasang kuda-kuda molor. Mengangguk-angguk seperti anak ayam mau tidur gitu. Beberapa kali sukses terbentur bangku di sebelah kirinya. Anyway, kita nontonnya di tangga (maklum penyusup).

Under The Tree + Garin = Garin(g).
Adegan mendayu-dayu, berpanjang-panjang di simbolisasi, ending menggantung, eksploitasi perempuan dengan gerakan-gerakan tubuhnya, casts yang cantik dan ganteng, cameo seniman/figur publik, semi-dokumentasi. Buat yang biasa nonton film Hollywood, action pula, jangan coba-coba!

Under The Tree + Marcella Zalianty = Infotainmen.
Dia lagi kasus ‘kan… Pasti laler-laler media menyerbu datang, berharap si nona muncul di sana. Ini mah ditanggung terbukti. TERBUKTI! Makanya kita-kita sampai enggak dapat jatah bangku…




Last Chance Harvey: Percintaan yang dewasa? [archieve]



BEGITU ADA NAMA EMMA THOMPSON di deretan casts-nya, saya langsung tertarik dengan film ini. Saya belum pernah kecewa menonton film-film dia, even yang paling silly macam Junior dan Nanny McPee. Jadi, waktu saya bawa pulang DVD bajakannya, sudah terbayang tontonan yang menyenangkan mata dan hati.

Benar aja. Meskipun film drama percintaan komedi ini berkisah tentang romansa manusia hampir-lanjut-usia, tapi ada segi-segi lainnya yang cukup menarik dan jadi bumbu pemikat (selain akting bu Emma yang okeh banget itu): tentang hubungan anak-ortu yang broken home, tentang tindak-tanduk tetangga baru yang aneh dan mencurigakan, tentang blind date, daaan tentu saja latar kota Paddington, Inggris, yang cuwantik banget!

Excellent acting performance by miss Thompson.

Plot ceritanya masih tipikal drama romantis: ada pertemuan insidental, konflik, opposite attraction, pertemuan yang gagal karena salah satu karakter tidak sengaja mendapat musibah, ilham tiba-tiba yang membuat kedua karakter bertemu lagi, dan tentu happy ending. Masih begitu ramuannya.

Tapi film ini layak ditonton. Terutama untuk orang-orang yang mulai merasa 'sendirian' dan kehabisan kesempatan bertemu tambatan hati di usia hampir-lanjut-usia. Hubungan yang dikisahkan lewat karakter Harvey Shine (Dustin Hoffman) dan Kate Walker (Emma Thompson) memang rada unik. Dewasa, begitu saya menyebutnya. Tenang, lebih ke feeling, komunikatif, dalam. Tidak menggebu-gebu, bergairah, fisikal dan artifisial (or superficial?) seperti umumnya percintaan anak muda. Kedekatan mereka bukan terjadi karena ketertarikan fisik yang seksi nan menggoda atau perilaku cool dan kharismatik tiap karakter; justru karena 'kenyamanan' yang dirasakan setiap karakter dari karakter lain lewat percakapan-percakapan ringan seputar hal-hal yang mungkin kurang menarik bagi kebanyakan orang: buku.

Harvey dan Kate adalah representasi orang-orang pada umumnya yang selama hidupnya berdedikasi pada profesi mereka (baca: kaum proletar), kurang bergaul secara sosial, dan penampilan fisiknya ordinary banget. Harvey membuat musik untuk tv commercial, punya obsesi ingin menjadi pianis jazz. Dia workoholic, dan berusaha bertahan di kantornya di New York yang mulai diisi tenaga-tenaga muda. Suatu hari dia pergi ke London untuk menghadiri pernikahan putrinya dari perkawinannya yang gagal. Tapi apa daya, karena tak pandai bersosialisasi, Harvey tersingkir dari peran pendamping pernikahan putrinya itu, digantikan oleh suami baru mantan istrinya. Harvey patah hati. Jadilah di akhir acara malam pertemuan keluarga, dia kabur dan berencana lebih awal balik ke Amrik. Dasar sial (dasar film percintaan komedi!), taksi yang ditumpanginya terjebak kemacetan dan ketika tiba di Heathrow pesawatnya sudah take-off. Kesialannya ditambah lagi dengan pemecatan dirinya lewat telepon genggam. Keuntungannya: dia jadi pengen minum-minum dan di lounge bertemu dengan Kate. Lelaki kalau sudah minum kan jadi berani tuh? Nah, terjadilah percakapan-percakapan yang membuat mereka tak sadar menghabiskan sore bersama. Adegan Harvey dan Kate bercakap-cakap sambil jalan kaki di pinggir danau (or sungai?) di kota Paddington itu mirip film Before Sunset dan Before Sunrise. Bedanya, enggak ada physical attraction di sini. Purely about personality. Tak ada adegan ciuman juga. Hanya sekali, itu pun enggak lust. Meaningful kiss--whatever it means.

Best scene: walking-talking through Paddington's river.

Kate sendiri masih melajang di usia 40 karena dia merasa tak pandai bergaul. Dia lebih senang baca buku, mengejar impiannya menjadi penulis dengan ikut kursus 2 kali seminggu, dan menemani ibunya yang baru punya tetangga baru. Teman-teman Kate sering menjodohkan dengan sejumlah pria, tapi belum ada yg cucok. Sampai akhirnya di suatu siang dia ditegur tamu bandara di lounge saat dia sedang asyik membaca buku. Well, you'll never know when the thunder strike right? Could be anytime, anywhere..

Tonton saja sendiri filmnya. Saya enggak ingat film ini sudah pernah masuk bioskop di Jakarta atau belum. Akting jempolan Emma Thompson di film ini menghasilkan nominasi Golden Globe Award utk Best Actress. Jadi, don't ever miss it and go melow!



Thursday, March 10, 2011

Thai Movies, I'm In Love!

setelah "mabuk kepayang" dengan film horror made-in Thailand, sekarang saya mengaku tergila-gila dengan genre komedi dramanya. dalam kurun waktu 1/2 tahun, saya sudah mondar-mandir ke Blitz untuk 4 filmnya; Bangkok (Traffic) Love Story, Hello Stranger, Crazy Little Thing Called Love, dan yang terakhir The Little Comedian. semuanya bukan gratisan, hehe. film-film drama itu sebenarnya dipresentasikan dengan 'ajaib' dan konyol tak terperi. tetapi, ada satu hal yang bikin saya kepincut habis: semuanya enak ditonton!


Thai cultures attack!

oke, oke. apa pula yang dimaksud dengan enak ditonton? dalam persepsi saya, keberhasilan sebuah film menyangkut lima hal: 1) alur dan plotnya lancar dan sederhana, 2) cerita, konflik dan solusi masalahnya masih realistis atau dekat dengan kenyataan (kecuali memang film science-fiction), 3) visualnya cakep, 4) akting casts-nya mendukung cerita, alias 'normal', dan 5) ada kesan menghibur setelah ditonton. cuileeeh, kayak teori apa saja. tapi benar kok, kalau sudah begitu biasanya sehabis nonton saya akan tetap di kursi, sejenak terdiam mencerna pesan moral dari film, dan keluar teater dengan 1/2 pikiran masih mengenang fragmen-fragmen bagus film barusan...

industri perfilman Thailand memang bangkit dari kubur sejak sewindu belakangan. sebuah studio film lokal yang produktif membuat karya-karya bagus, namanya GTH--anak perusahaan dari GMM, konglomerat media hiburan di Thailand--memproduksi film-film kelas dunia, salah satunya Shutter. film horror ini yang pertama kali membuat saya kepengen terus-terusan menonton film horror Thailand (Asia) dan langsung ditaksir Hollywood.

Shutter mengangkat fenomena hantu tertangkap jepretan kamera
film-film horror GTH (dan Thailand secara umum) memiliki ciri tersendiri, sering mematahkan persepsi dominan film-film horror Hollywood yang visualnya lebay dan selalu memenangkan manusia ketika bertarung melawan kekuatan jahat/setan. dengan visual khas yang berkesan disturbing serta teknik kamera yang cantik dan dramatis, di tangan GTH cerita-cerita sederhana pun bisa berubah menjadi sangat menegangkan. contoh film horror lain produksi GTH yang patut diacungi jempol adalah Alone, sutradaranya yang dulu membuat Shutter. kisah psycho-drama yang tak terduga ending-nya ini bikin saya tercengang dan heboh mencari DVD bajakannya, lalu menonton berulang-ulang. belum lagi 4Bia dan sekuelnya, Phobia 2, juga luar biasa. kompilasi kisah-kisah yang bikin otak dan pantat menegang ini sebenarnya sangat sederhana, baik dari sisi cerita, alur dan visual. tak ada sisi yang berlebihan, bahkan banyak ceritanya diambil dari akar budaya lokal. saya rasa justru karena demikianlah mereka jadi tontonan yang menarik dan 'menghibur'.

Poster film Alone yang sederhana tapi nggilani!
salah satu film horror GTH yang sedikit slasher, tapi sangat menghibur: Body #19. asli banjir darah dan aksi kekerasan, tapi enggak semata-mata mau pamer efek saja seperti umumnya film-film di genre ini. ceritanya itu lho, dan ending-nya.. wah! apalagi konon berdasarkan kisah nyata, jadi wajar deh kalau film ini box office di negeri Tom Yam itu.

Cover DVD Body #19: Creepy banget.

haduh, keasyikan ngomongin genre horror, padahal mau pamer yang komedi drama. hehe susah memang kalau sudah kadung kagum :) well, marilah saya mulai dari pengalaman pertama menonton film Bangkok (Traffic) Love Story (BLS), shall we?

film ini enggak sengaja saya tonton. beneran. dari penampilan poster filmnya sudah tidak memikat hati. terbayang film slapstick nan blo'on ala komedi-komedi Hongkong yang dari ceritanya saja bikin enggak betah nerusin nonton. belum lagak dibuat-buat para pemainnya, wah sori dah! tapi konon, suatu hari itu saya sedang blo'on dan butuh waktu khusus menertawai sesuatu (halah, dramatisss). dan, saya merelakan satu-satunya uang limapuluh ribuan (yang lain seratus ribu, hehe) berpindah ke kasirnya Blitz...

apakah saya tertawa miris di dalam teater Audi kala itu? jawabnya: ya. tapi, saya tertawa terbahak-bahak! aduduuuh, ini film yang konyolnya tulus banget! unlike Warkop's style yang leluconnya bikin hati dan IQ sedang saya pilu, BLS sungguh mampu memberi makna lain terhadap 'serangan cinta' dan kekuatannya. you'll never know when the thunder strike 'kan? belum lagi konfliknya adalah tentang harapan seorang wanita usia 30-an yang ditinggal menikah teman-teman karibnya, lalu tersadar dia sendiri yang masih jomblo! klise tapi sangat dekat dengan fenomena di masyarakat.

Posternya enggak banget!




banyak fragmen konyol di BLS yang berpotensi bikin kita screaming 'boo', tapi karena pemainnya begitu alami menjalankan perannya jadi malah tampak manusiawi. misalnya, waktu Mei Li mabuk dan nekat mengendarai mobil, dia menabrak beton pembatas jalan dan spionnya terbang masuk ke dalam mangkok bakso Loong. atau ketika Mei Li dandan habis ketika diajak berkencan di family gathering kantornya Loong.

kegembiraan menonton film komedia drama berlanjut di film Hello Stranger (HS). saya kenal banget (maksudnya familiar) dengan pemain prianya; dia main di film horror Coming Soon, yang luarrr biasa menegangkan. tidak disangka, di film HS dia mampu berubah jadi konyol sekali. film ini menceritakan kisah perjalanan liburan dua orang asing yang tak sengaja berkenalan dalam tur ke Korea Selatan. di sana mereka gila-gilaan, berjanji tidak saling mengetahui identitas masing-masing, dan menanggung perasaan cinta yang diam-diam tumbuh. yang hebat, ending-nya. ah, mending nonton sendiri saja deh!

Dua orang gila yang bikin penonton tertawa gila. Hahaha!
setelah HS, saya tak sengaja menonton Crazy Little Thing Called Love (CLTCL). sebenarnya itu excuse saja agar bertemu teman-teman tertentu, untuk minta wangsit dan penguatan. lagi-lagi saya beruntung bisa menyaksikan film super-keren ini, selain bertemu teman-teman tadi. CLTCL merupakan format film komedi drama yang nyaris sempurna, sangat indah di visual, dan realistis di cerita dan konflik-konfliknya. pantas dalam promonya mereka bilang film ini merupakan kisah nyata dari percintaan semua orang. karena salah satu konfliknya pasti pernah kita alami di jaman awal sekolah dulu...

So sweet deh :)
sukses dengan CLTCL, saya jadi kerajingan pengen nonton film Thai di genre ini lagi. langsung buka situs Blitz, voila! The Little Comedian (TLC). gagal mengajak teman-teman biasa untuk nonton, saya pergi dengan kolega di redaksi sebelah. meskipun baru mulai pukul 20.15 dan berdurasi 120 menit, tapi film ini sungguh layak ditonton oleh semua orang. 

TLC bercerita tentang Tock, anak laki-laki usia belasan yang lahir di keluarga pelawak. ayahnya berharap dia akan menjadi penerusnya dan pelawak yang lucu. tapi apa daya, Tock tidak lucu sama sekali! malahan, adik perempuan Tock yang lebih berbakat dalam hal melucu. Tock sangat sedih. dia berpikir ayahnya tidak mencintainya. lalu dia tidak sengaja bertemu dengan seorang dermatologis cantik, yang selalu tertawa ketika Tock melawak. Tock yang sedang masuk usia puber pun jatuh cinta dengan Dr Ice (diperankan Pauline Taylor, bintang iklan Pond's). kemudian kejadian-kejadian silih berganti; sang dokter menemukan dirinya hamil, Tock bersedia menjadi ayahnya, Tock pergi menyusul Dr Ice ke Bangkok, etc. etc. nonton aja sendiri, hehe..

Pauline has ruined the focus of this movie..

film ini memang masih belum secara adil menggali konflik Plern dan Tock. padahal konflik ayah-anak pasti akan sangat menarik. sebabnya, terdistraksi urusan pubertasnya Tock! plus, wajah cantik Dr Ice yang rugi juga kalau tidak dieksploitasi. tapi ya lumayan lah, menghibur banget. perasaan penonton dicampur-aduk dengan bertubi-tubi; dari senyum, ketawa, terdiam, terharu, bahkan sampai meneteskan airmata. betul lho, film ini worth watching!


demikian hebatnya industri perfilman Thailand bisa dengan metoda dan kepercayaan diri memenangkan hati penonton di dalam dan di luar negerinya. setelah terpatri dengan mantap di genre horror, kini genre komedi drama yang mulai mengambil alih pikiran saya. kapan kira-kira animasi dari negeri gajah ini akan mulai menyingkirkan dominasi Amerika? ayo Thailand, jadilah negara produsen film bagus dan menghibur. hancurkan dominasi Hollywood, Bollywood, dan Korea! I'm 100% on your back :)