Life, stranger than fictions..

Welcome to my blog! It's a pleasure to have you here reading my hyperbolic scribbles. Some are archived stuff from my other blogs (inactive ones), some are brand new ideas. My words will be too much, overrated, out of line, dysfunctional, confusing, impractical and sometime don't make any sense. But in a hand, they have released my tense.
So enjoy these imaginarium of free mind. In a case you are interested to drop a line, or jes wanna appreciate any posts, don't be hesitate. Do your deed! Release those hustle-bustle inside your brain!

Friday, October 07, 2011

kisah si pemelihara tanaman dalam pot-pot kecil

tangannya masih memegang garpu rumput kecil yang ketiga "jari"nya siang tadi tak henti ia asah dengan kikir penajam pisau. pandangannya menerawang. ini sudah 3 jam ia hanya memegang-megang garpu itu, dipindahkan dari tangan kiri ke tangan kanan. dan sebaliknya. sesekali dilihatnya garpu itu, tapi segera alihkan pandangan ke obyek-obyek yang ada di sekitarnya: gerobak kecil untuk mengangkut pot-pot tanaman yang tersuruk di sudut pagar, 3 pot kosong yang pinggirannya mulai ditumbuhi lumut, sebatang pohon mangga tua yang dedaunannya dipenuhi serbuk-serbuk putih yang tak lain adalah hama, dan tentu saja tumpukan rumput teki yang mulai layu.

siapa sangka grafik hidupnya esok akan turun menukik mengempas landasan, setelah 4 bulan masa indah bak mimpi yang terwujud?

irfan dulunya petani tanaman hias di pot-pot kecil. ia sangat berdedikasi dengan pekerjaannya itu, meskipun penghasilannya tak sebaik para petani Anggrek dan Anturium di blok sebelah. baginya, tanaman-tanaman kecil itu adalah bakal dari kehidupan pohon-pohon dewasa. kalau ia tak suburkan tunas-tunas itu, mana ada nanti yang menggantikan tanaman yang besar?

namun, seiring waktu dan kekecewaan karena pot-pot kecil itu selalu dipandang kecil dan tak berarti, irfan mulai mati akal. hidupnya sudah habis untuk pekerjaannya. ia bahkan tak sempat menikmati jerih payah untuk sedikit menghibur diri. maka ia memutuskan berhenti mengurus pot-pot kecil itu di saat hama wereng putih menyerang blok-blok pemelihara tanaman hias itu.

irfan tahu, ia seharusnya bertahan, membuat obat anti-hama, dan mengajarkan petani lain bagaimana menyelamatkan tanaman mereka. tapi ia diam saja, dan tanaman di pot-pot kecilnya berguguran. ia diam saja. sampai 3 bulan kemudian tanaman-tanaman kecilnya habis oleh hama wereng...

keesokan harinya irfan datang ke bloknya sambil membawa berikat-ikat rumput teki. oh, rupanya sebelum tanaman-tanaman di pot-pot kecilnya benar-benar binasa, ia didatangi penanam modal yang ingin ia mengembangkan rumput teki di blok tanaman hiasnya. pantaslah ia diam saja terhadap nasib tanaman-tanaman kecil di pot-pot kecil itu! irfan sudah memperkirakan jika dalam sebulan tanaman-tanaman dalam pot-pot itu seluruhnya terkena serangan hama, maka ia dapat mulai menyemaikan bibit rumput teki. dan sebulan kemudian memindahkan bibit-bibitnya masuk ke pot-pot kecil yang sudah bersih dari tanaman-tanaman sebelumnya. ah, sempurna!

tapi 4 bulan yang penuh harapan dan kebahagiaan itu punah sudah. sang penanam modal tak mau memberinya tambahan uang untuk membeli pupuk dan sedikit lainnya untuk perbaikan blok. lihat, pagar blok irfan sudah harus diganti, bukan? belum lagi selang air dan peralatan berkebunnya sudah usang begitu. padahal para petani rumput teki yang suka dilihatnya di televisi, selalu tampil rapi jali. bloknya bagus terawat, peralatannya pun tampak modern dan baru. sementara punya irfan? oh..

sengit tadi ia menjelaskan pentingnya tambahan uang itu. meski dengan wajah tetap tenang dan intonasi serta tatanan bahasa yang baik, irfan sebenarnya dongkol tak terkira. penanam modal tak kalah tenang dan tak terbaca air mukanya. tapi keputusan mereka bulat; hanya menambah dana 10%.

aduduh, bisa apa irfan dengan tambahan segitu? gila betul! ini bukan sekadar memperbaiki pagar dan peralatan, sungguh. ini tentang dambaan yang terpendam untuk hidup lebih baik! setelah mimpi lama yang dikubur paksa, kini mimpi yang kedua hanya seperti serdawa?

irfan seperti kehilangan napas. ia memutar-mutar garpu rumput itu dengan satu tangan. otot-ototnya mengencang, berkilau karena keringatnya terkena cahaya matahari. lengan yang tampak kekar dan kuat itu menegang. dan dalam gerakan yang cepat, "jap!"

"aaaah!"

irfan menancapkan garpu berjari 3 yang tiap jarinya sudah ia asah dengan kikir sejak 3 jam lalu itu ke tenggorokannya. ia tahu rasanya akan sakit sekali, tapi ia juga tahu akibat fatal dari tindakan itu. sejenak ia merasakan sensasi alat tajam merobek saluran nasal di bawah mulutnya, tak sanggup ia meraung mengumbar sakit. terasa aliran cairan membasahi sekujur dada. sekelilingnya mulai berputar, pandangan irfan kian buram. pelan-pelan ia dudukkan dirinya. rasa sakit sudah tak menguasai syaraf-syarafnya.

irfan sadar waktunya sudah dekat. ia bergeser pelan mendekati 3 pot kecil yang pinggirnya mulai ditumbuhi lumut. ia mendekap ketiganya dengan hati-hati. irfan terjungkal pelan dan masih memeluk pot-pot itu. kini ia lurus mengikuti kontur tanah. tidur dalam kedamaian yang luar biasa. cairan yang masih belum berhenti mengalir itu membuatnya seperti patung gnome yang disiram cat merah.




dan kini irfan memandang blok pemelihara tanaman hias dari atas nirwana..