Juni sudah di ambang pintu, suasana hati tambah tak karuan. apa jadinya aku nanti, ya? apakah akan lebih baik, atau malah terpuruk sedih? sampai detik ini tak satu pun kesempatan yang aku tanggapi. anehnya, mereka tak jua menepi. padahal aku sedang galau, bahkan untuk tertidur sejenak melupakan kerisauan saja aku rasanya tak sanggup.
di luar segala macam gelombang peristiwa yang mengombang-ambing di masa reses ini, kesadaran atas indahnya kehidupanku kian tebal. betapa hidup layak untuk disyukuri dan dinikmati! tak ada keraguan atas fakta ini.
ingatkah? aku sudah makin piawai dan mentas di bidang ini. bidang yang setengah mati aku geluti dan pelajari, dan bertahun-tahun ia menafkahi kehidupanku dan orang-orang terkasih di sekitarku.
ingatkah? sudah kukenal dan kugauli masyarakatnya, tokoh-tokohnya, orang-orangnya. mereka menjadi idola, guru, teladan, sahabat, saudara, teman, musuh, rekanan kerja. dari mereka kutahu cara yang terbaik, yang terlicik, yang terlucu, dan yang terburuk. dari mereka pula aku pelajari indahnya bersahabat, manisnya berbagi, pahitnya dikecewakan.
ingatkah? tak satu pun teman yang tetap dapat kau percayai. mereka berubah, berevolusi, berganti di setiap musim. tak banyak yang tetap setia di sampingku, tak sedikit yang mencaruti kepercayaanku dan tak sungkan menusuk dari belakang. tapi aku syukuri konsistensi melayani mereka sebagai teman yang baik. aku bangga mengenal mereka.
ingatkah? saat-saat dimana aku rasanya ingin menangis menjerit, memohon ampunan Tuhan atas beban pikiran yang tak kunjung meringan. lalu aku jatuh tergolek, digerogoti penyakit kejiwaan. aku tertatih-tatih memegang tiang terdekat, berusaha bangkit dan berlari lagi. meskipun lukaku tlah sembuh, bekasnya selalu ada dan menjadi kenangan; betapa jalan hidup ini kadang berbatu, tajam dan melukai.
ingatkah? ketika impian seakan sudah di pelupuk mata, dan dalam sekali kedipan ia menghilang entah kemana? hati ini remuk-redam, kedua telapak tanganku lembap, air mata itu meluncur tanpa bisa kukendalikan. bak ukiran es dalam pesta resepsi yang meleleh karena disinari panas yang membara, aku hancur tak berbentuk. puing-puing itu menyatu lagi hanya karena cinta seorang ibu.
ingatkah? bersujud dalam kepasrahan, meminta ampunan dan kekuatan dari-Nya di Negeri Seberang. lalu aku malah dihadapkan kepada keadaan yang duniawi dan rasanya sudah tak penting lagi. namun kobar semangat hidupku menyala, menjilati dahan ranting tertinggi dari harapan dan cita-cita. hingga aku sekarang siap untuk hidup dan menghidupi.
ya, aku ingat semua...
di luar segala macam gelombang peristiwa yang mengombang-ambing di masa reses ini, kesadaran atas indahnya kehidupanku kian tebal. betapa hidup layak untuk disyukuri dan dinikmati! tak ada keraguan atas fakta ini.
ingatkah? aku sudah makin piawai dan mentas di bidang ini. bidang yang setengah mati aku geluti dan pelajari, dan bertahun-tahun ia menafkahi kehidupanku dan orang-orang terkasih di sekitarku.
ingatkah? sudah kukenal dan kugauli masyarakatnya, tokoh-tokohnya, orang-orangnya. mereka menjadi idola, guru, teladan, sahabat, saudara, teman, musuh, rekanan kerja. dari mereka kutahu cara yang terbaik, yang terlicik, yang terlucu, dan yang terburuk. dari mereka pula aku pelajari indahnya bersahabat, manisnya berbagi, pahitnya dikecewakan.
ingatkah? tak satu pun teman yang tetap dapat kau percayai. mereka berubah, berevolusi, berganti di setiap musim. tak banyak yang tetap setia di sampingku, tak sedikit yang mencaruti kepercayaanku dan tak sungkan menusuk dari belakang. tapi aku syukuri konsistensi melayani mereka sebagai teman yang baik. aku bangga mengenal mereka.
ingatkah? saat-saat dimana aku rasanya ingin menangis menjerit, memohon ampunan Tuhan atas beban pikiran yang tak kunjung meringan. lalu aku jatuh tergolek, digerogoti penyakit kejiwaan. aku tertatih-tatih memegang tiang terdekat, berusaha bangkit dan berlari lagi. meskipun lukaku tlah sembuh, bekasnya selalu ada dan menjadi kenangan; betapa jalan hidup ini kadang berbatu, tajam dan melukai.
ingatkah? ketika impian seakan sudah di pelupuk mata, dan dalam sekali kedipan ia menghilang entah kemana? hati ini remuk-redam, kedua telapak tanganku lembap, air mata itu meluncur tanpa bisa kukendalikan. bak ukiran es dalam pesta resepsi yang meleleh karena disinari panas yang membara, aku hancur tak berbentuk. puing-puing itu menyatu lagi hanya karena cinta seorang ibu.
ingatkah? bersujud dalam kepasrahan, meminta ampunan dan kekuatan dari-Nya di Negeri Seberang. lalu aku malah dihadapkan kepada keadaan yang duniawi dan rasanya sudah tak penting lagi. namun kobar semangat hidupku menyala, menjilati dahan ranting tertinggi dari harapan dan cita-cita. hingga aku sekarang siap untuk hidup dan menghidupi.
"The Persistence of Memory" by Salvador Dali |
ya, aku ingat semua...
No comments:
Post a Comment