Alhamdulillah, dengan segenap kenekatan dan paksaan dari berbagai pihak, hari ini proyek pembangunan (renovasi) rumah saya dimulai. Rumah eks- almarhumah Mbah Putri yang diwariskan ke saya itu akan saya ubah habis-habisan. Dan rencananya, kelak saya akan tinggal di sana.
Setelah berbulan-bulan mencari model, dan sempat dipengaruhi tren gaya minimalis dan kolonialis yang memang sedang hits, pilihan saya malah jatuh ke model
Spanish Home. Mengapa? Karena saya tertarik dengan kesan "hangat dan mengundang" dari eksterior gaya rumah model ini, yang tak dimiliki oleh eksterior rumah-rumah model minimalis dan kolonialis. Terutama di faktor keberadaan teras depan. Teras ini jarang ada di model rumah modern, karena mereka berprinsip memaksimalkan pemanfaatan lahan. Akibatnya rumah jadi mepet, enggak ada ruang bermain dan berkumpul
outdoor. Sementara, saya suka piknik dan ingin punya taman agak luas di bagian depan.
|
Desain ini saya ambil di internet, mudah-mudahan yang punya rumah enggak marah, hehe.. |
Rumah Spanyol yang berciri mediterania mengadopsi kondisi geografis di sana yang semi tropis. Bentuknya solid kotak atau setengah lingkaran. Kaku tapi berkesan kokoh. Jendelanya besar-besar atau tinggi. Temboknya tebal untuk melindungi pemiliknya dari terpaan cuaca. Meski tak sedikit yang dibuat bertingkat, megah dan mewah, pilihan saya jatuh ke model-model satu lantai yang sederhana. Berikut contoh-contoh penampakan muka rumah-rumah Spanyol yang langsung dikomentari "rumah kampung" oleh ibu dan paman saya. Tapi sebodohlah, toh nanti saya yang bayar kuitansi-kuitansi pembangunannya :P
|
Nah, model ini yang akan ditiru habis. Tapi, ada tambahan garasi dengan atas dak di sisi kiri (sejajar teras). |
|
Yang ini nggak ada terasnya, kurang menarik. Tapi model detail-detail jendelanya bisa ditiru :) |
Proyek ini dimandori oleh paman saya, Om Tomi, yang sebelumnya sudah sukses mengawal pembangunan tiga rumah (rumah Pio, ibu, Dewi). Om Tomi juga yang paling "maksa" saya untuk segera mewujudkan renovasi rumah karena menurutnya mumpung tim Mas Tono sedang "on-fire". Saya pasrah. Hitung punya hitung, sebetulnya biaya pembangunannya bakal menghabiskan seluruh uang simpanan. Tapi ya, kapan lagi? Sudah sebelas tahun saya menunda apapun. Ini saatnya, bismillah saja!
|
Mas Tono (jongkok), mengukur bidang pondasi dan menggali titik-titik yang ditanam rangkaian besi bernama "cakar ayam". Lumayan juga, besi yang dipakai jumlahnya banyak dan terdiri dari ukuran yang cukup tebal. Biar kuat! |
|
Nah, ini model perencanaan yang saya buat. Pada kagum lho, saya bisa bikin model se-kreatif ini, hehe..
Mantan juara pengisi papan mading di SMA dan perguruan tinggi, gitu lho. |
|
Aktor di belakang pembangunan rumah saya: Om Tomi. Full gaya, selalu. |
Sudah mulai menganyam besi sejak Senin lalu, tim pembangun rumahnya Mas Tono akhirnya menentukan hari ini (Jumat, 16/12) sebagai awal peletakan batu pertama. Jumat Pon, bagus untuk rezeki dan kekuatan bangunan. Begitu sih penjelasan dari Pak Gimin, yang tadi memimpin doa bersama sebelum potong tumpeng. Ada cerita seru dalam proses penyiapan tumpeng: jauh hari sebelumnya saya sudah berkoordinasi dengan Mbak Las untuk tahapan penentuan menu, belanja kebutuhan bahan, dan proses masak. Kami setuju hari Kamis bahan yang dibutuhkan harus sudah ada semua. Saya pun atur-atur strategi, memantau harga di koran. Ah, lumayan. Saya menemui info harga istimewa untuk ayam di gerai Giant. Saya berencana beli tiga ekor untuk acara selamatan ini. Tapi karena pengaruh pola kehidupan pengangguran yang tidak terpengaruh hari, pada hari Kamis saya malah menerima tawaran memediasi pengadaan suvenir untuk pers di pembukaan Biennale Jakarta 2011. Ndilalah lagi, hari itu perjalanan saya sangat terhambat karena kepadatan lalin. Jadilah seluruh rencana--mau ke Pasar Senen untuk pasang lensa kacamata dan beli hadiah untuk Ening, sekaligus belanja sayuran--tak terlaksana. Dan saya jadi lupa kalau besoknya jadwal bikin tumpeng...
Untungnya (dasar orang Jawa!) setelah urusan Biennale selesai, ada SMS dari Sugi yang mengajak ke RS Islam Pondok Kopi untuk membesuk ayahnya Inne. Saya jadi terpikir mampir ke Giant untuk beli ayam. Begitulah, keesokan harinya dengan pontang-panting saya belanja ke warung untuk bahan-bahan keperluan bikin tumpeng. Alhamdulillah, semua yang dicari ada. Dan si Mbak Las pun masak dengan cekatan dan cepat. Tumpeng siap pukul 09.30 wib :)
|
Menu tumpeng sederhana: Nasi gunungan (saya yang bikin garnish cabai itu, hehe), sambal goreng kentang-tahu, tempe orek kecap, sayur urap, ayam goreng, kerupuk. |
|
Pak Gimin, ustad spesialis mendoakan pembangunan rumah (LOL) sedang memimpin doa. Insya Allah pembangunannya lancar dan rumahnya membawa keberkahan bagi penghuninya. Amiiin! |
|
Mas Tono dan teman-teman juga khusyuk berdoa. Kerja yang giat dan bagus ya, mas... |
|
Potongan pertama tumpeng diberikan Pak Gimin kepada Mas Tono. Senangnya.. sudah lapar nih! |
|
Serbu! |
Setelah tumpeng tandas dalam hitungan tidak lebih dari 15 menit, Om Tomi mengucurkan campuran cor sebagai tanda peletakan batu pertama. Wah, terharu juga. Pembangunan sudah dimulai! Bismillah, semoga lancar dan enggak bikin bocor tabungan :D
|
Simbolis peletakan "pondasi" cor di salah satu cakar ayam. |
|
Rangkaian tulang besi pun diatur dan disusun untuk penanda ruangan.
Dua bulan lagi punya rumah sendiri. asyiiik! :') |
|
Ini mau ditiru model pagarnya. |