Sebentar lagi April akan usai. Mei datang. Mei, setahun yang lalu saya dan teman-teman resmi dipecat dari perusahaan yang sudah hampir 11 tahun menampung kreativitas saya. Tidak ada kesal atau sesal, justru berkat tersendiri karena niatan untuk meninggalkan kantor itu sudah saya rencanakan setahun sebelumnya. Dan ketika kabar itu datang, saya seperti menjadi makhluk Tuhan yang paling beruntung karena bisa mewujudkan rencana resign dan dapat duit pesangon pulak! Dan alhamdulillah langsung mendapat tempat bounching di sebuah penerbit buku yang mengizinkan saya pergi umroh di awal-awal kerja.
Anyway. Setelah keluar dari perusahaan media cetak terbesar di Indonesia itu hidup saya bagai biduk di lautan yang ganas ombaknya (ih, model lirik lagu slow-rock teteh Nike Ardilla saja ini!); setelah 7 bulan tersiksa menjabat posisi manajer redaksi sebuah penerbitan buku (ah saya memang tidak bisa jadi bos!), selanjutnya hampir setiap bulan saya gonta-ganti proyek kerjaan yang sering kali tak jelas deskripsi dan honornya. Mulai dari ghost writer di lembaga konservasi alam, penerjemah lepas, panitia pameran buku, penggalang massa awak media, tukang survei calon narasumber, pemandu pewarta dokumentasi asing, kontributor situs kumpulan ibu-ibu sosialita, kontributor majalah organisasi tanggap bencana, hingga staf rupa-rupa di ikatan alumni kampus. Semua tidak direncanakan. Jangan kata terpikir, kadangkala ketika di tengah menjalaninya saya merasa sangat takjub bisa ada di situasi itu. Seperti antara sadar dan tak sadar, tapi tak berdaya untuk mengatur atau berbalik badan.
Kalau diingat-ingat, sebenarnya apa yang saya hadapi saat ini merupakan pemberian Tuhan yang telah lama saya idamkan: eventually I become an independent writer. Wooow, pintu itu sudah terbuka luaaas buat sayaaaa *girang-girang nari sesuka hati, ala orang gila*
|
Nggak ngerti kenapa foto ini yang saya upload. Perhaps I really had a wonderful trip when I was here. Thanks to Nia, my far away buddy ;-) |
Namun, ya gitu deh. Segala sesuatu yang baru dimulai pastilah tidak mudah alias susah dan banyak tantangannya. Apalagi saya sudah terbiasa hidup dengan gaji bulanan dan bonus-bonus kejutan ala kantor lama. Dan sepertinya hidup memang tak akan pernah jauh dari aneka masalah dan tantangan. Begitu juga dengan 'hidup baru' saya. Setelah eforia punya duit banyak dan pekerjaan baru yang relatif keren di penerbit itu lewat, kini saya sungguh-sungguh memulai dari nol. Uang yang tersisa sudah habis saya pakai membangun rumah idaman (ibu) saya. Bles! Tinggal simpanan dalam bentuk reksa dana, asuransi, dan mobil kunyit Chevy Spark yang saya beli gara-gara kelelahan harus ganti angkot 5 kali plus ojek sekali ketika kerja di Ciputat. Ya, mungkin terdengar silly untuk sebagian orang yang pernah dalam kondisi lebih ekstrem. Tapi kondisi ini buat saya berat. Saya tipikal orang yang selalu dalam posisi keuangan yang aman. Seburuk-buruknya keuangan, paling tidak saya punya dana likuid 20 juta di tabungan. Kali ini, saya cuma punya tak sampai separuhnya!
Syukurlah dalam satu tahun ini tak ada gangguan kesehatan yang berarti menghinggapi tubuh. Paling rada sakit mental sih karena deraan tugas-tugas baru yang tak jarang sangat melelahkan dan tinggi frekuensi perubahannya. Saya betul-betul mulai menjaga komunikasi dengan tubuh, mendengarkan semua tanda-tanda yang ia berikan; kalau sudah capek saya berhenti, kalau ada kesempatan makan saya akan masak dan makan, saya memaksa diri berhenti mengkonsumsi gorengan dan minuman bergula tinggi dan berkarbonat. Sayur-mayur juga saya kurangi. Pokoknya, jangan sampai sakit, apalagi tipes kambuh. Amit-amit! Sudah nggak ada back-up medical ini!
Dan masuk ke penggenapan tahun pertama dengan status freelance, saya dengan bangga lantang menyebut diri sebagai kontributor lepas di sejumlah media, selain aktif di sejumlah organisasi profesional. Puji syukur yang tak terhingga saya ucapkan kepada Dia yang Maha Mendengar dan Memberi. Kepada teman-teman yang sangat berjasa membuat saya tetap waras dan sedikit banyak membukakan jalan dan mata hati sehingga saya terus bersemangat melakoni peran baru ini -- ada bos Melvi, bos Iwan Seti, bos Atiek, bos Tutut, bos Verena, bos Fitri Didi, Mia, Dani, mbak Ina, my buddy Ening, kawanan genduk-genduk AWD (Nika, Wulan, Yoan, Cindy), bude Ayu & Liconk, teman-teman Sesat, teman-teman ED 93, teman-teman Komunitas Dongeng Minggu, teman-teman IKAPI Pusat. Thanks from the deepest of my hearts. Halah, ini seperti speech pas menerima penghargaan apa ajah...
Anyway lagi. Sampai detik ini saya betul-betul belum bisa menentukan akan ke arah mana profesionalisme saya. Saya masih mengalir dengan arus rasa ingin tahu dan keinginan mencicipi beraneka profesi yang ada di hadapan mata. Semuanya kini terlihat begitu menantang dan sulit ditolak. Uangnya mungkin tak seberapa, tapi pengalaman dan ilmu yang didapat sungguh mahal harganya.
Yah biarlah saya menjadi pengelana kebebasan dulu. Sebelum nanti si tuan aneh yang gila musik itu sadar bahwa sudah saatnya perempuan di seberang benua ini mulai gila sungguhan dan harus segera diselamatkan. Ah, kapan itu akan terjadi? Daripada lelah menunggu lebih baik saya jalani peran-peran ini demi kemaslahatan..