Life, stranger than fictions..

Welcome to my blog! It's a pleasure to have you here reading my hyperbolic scribbles. Some are archived stuff from my other blogs (inactive ones), some are brand new ideas. My words will be too much, overrated, out of line, dysfunctional, confusing, impractical and sometime don't make any sense. But in a hand, they have released my tense.
So enjoy these imaginarium of free mind. In a case you are interested to drop a line, or jes wanna appreciate any posts, don't be hesitate. Do your deed! Release those hustle-bustle inside your brain!

Thursday, March 17, 2011

Last Chance Harvey: Percintaan yang dewasa? [archieve]



BEGITU ADA NAMA EMMA THOMPSON di deretan casts-nya, saya langsung tertarik dengan film ini. Saya belum pernah kecewa menonton film-film dia, even yang paling silly macam Junior dan Nanny McPee. Jadi, waktu saya bawa pulang DVD bajakannya, sudah terbayang tontonan yang menyenangkan mata dan hati.

Benar aja. Meskipun film drama percintaan komedi ini berkisah tentang romansa manusia hampir-lanjut-usia, tapi ada segi-segi lainnya yang cukup menarik dan jadi bumbu pemikat (selain akting bu Emma yang okeh banget itu): tentang hubungan anak-ortu yang broken home, tentang tindak-tanduk tetangga baru yang aneh dan mencurigakan, tentang blind date, daaan tentu saja latar kota Paddington, Inggris, yang cuwantik banget!

Excellent acting performance by miss Thompson.

Plot ceritanya masih tipikal drama romantis: ada pertemuan insidental, konflik, opposite attraction, pertemuan yang gagal karena salah satu karakter tidak sengaja mendapat musibah, ilham tiba-tiba yang membuat kedua karakter bertemu lagi, dan tentu happy ending. Masih begitu ramuannya.

Tapi film ini layak ditonton. Terutama untuk orang-orang yang mulai merasa 'sendirian' dan kehabisan kesempatan bertemu tambatan hati di usia hampir-lanjut-usia. Hubungan yang dikisahkan lewat karakter Harvey Shine (Dustin Hoffman) dan Kate Walker (Emma Thompson) memang rada unik. Dewasa, begitu saya menyebutnya. Tenang, lebih ke feeling, komunikatif, dalam. Tidak menggebu-gebu, bergairah, fisikal dan artifisial (or superficial?) seperti umumnya percintaan anak muda. Kedekatan mereka bukan terjadi karena ketertarikan fisik yang seksi nan menggoda atau perilaku cool dan kharismatik tiap karakter; justru karena 'kenyamanan' yang dirasakan setiap karakter dari karakter lain lewat percakapan-percakapan ringan seputar hal-hal yang mungkin kurang menarik bagi kebanyakan orang: buku.

Harvey dan Kate adalah representasi orang-orang pada umumnya yang selama hidupnya berdedikasi pada profesi mereka (baca: kaum proletar), kurang bergaul secara sosial, dan penampilan fisiknya ordinary banget. Harvey membuat musik untuk tv commercial, punya obsesi ingin menjadi pianis jazz. Dia workoholic, dan berusaha bertahan di kantornya di New York yang mulai diisi tenaga-tenaga muda. Suatu hari dia pergi ke London untuk menghadiri pernikahan putrinya dari perkawinannya yang gagal. Tapi apa daya, karena tak pandai bersosialisasi, Harvey tersingkir dari peran pendamping pernikahan putrinya itu, digantikan oleh suami baru mantan istrinya. Harvey patah hati. Jadilah di akhir acara malam pertemuan keluarga, dia kabur dan berencana lebih awal balik ke Amrik. Dasar sial (dasar film percintaan komedi!), taksi yang ditumpanginya terjebak kemacetan dan ketika tiba di Heathrow pesawatnya sudah take-off. Kesialannya ditambah lagi dengan pemecatan dirinya lewat telepon genggam. Keuntungannya: dia jadi pengen minum-minum dan di lounge bertemu dengan Kate. Lelaki kalau sudah minum kan jadi berani tuh? Nah, terjadilah percakapan-percakapan yang membuat mereka tak sadar menghabiskan sore bersama. Adegan Harvey dan Kate bercakap-cakap sambil jalan kaki di pinggir danau (or sungai?) di kota Paddington itu mirip film Before Sunset dan Before Sunrise. Bedanya, enggak ada physical attraction di sini. Purely about personality. Tak ada adegan ciuman juga. Hanya sekali, itu pun enggak lust. Meaningful kiss--whatever it means.

Best scene: walking-talking through Paddington's river.

Kate sendiri masih melajang di usia 40 karena dia merasa tak pandai bergaul. Dia lebih senang baca buku, mengejar impiannya menjadi penulis dengan ikut kursus 2 kali seminggu, dan menemani ibunya yang baru punya tetangga baru. Teman-teman Kate sering menjodohkan dengan sejumlah pria, tapi belum ada yg cucok. Sampai akhirnya di suatu siang dia ditegur tamu bandara di lounge saat dia sedang asyik membaca buku. Well, you'll never know when the thunder strike right? Could be anytime, anywhere..

Tonton saja sendiri filmnya. Saya enggak ingat film ini sudah pernah masuk bioskop di Jakarta atau belum. Akting jempolan Emma Thompson di film ini menghasilkan nominasi Golden Globe Award utk Best Actress. Jadi, don't ever miss it and go melow!



No comments:

Post a Comment