Life, stranger than fictions..

Welcome to my blog! It's a pleasure to have you here reading my hyperbolic scribbles. Some are archived stuff from my other blogs (inactive ones), some are brand new ideas. My words will be too much, overrated, out of line, dysfunctional, confusing, impractical and sometime don't make any sense. But in a hand, they have released my tense.
So enjoy these imaginarium of free mind. In a case you are interested to drop a line, or jes wanna appreciate any posts, don't be hesitate. Do your deed! Release those hustle-bustle inside your brain!

Monday, January 17, 2011

The Assistant [teaser]

Preambul:
Berikut ini potongan cerita fiksi yang sudah lama saya simpan. Idealnya mau diolah lagi sampai jadi skenario untuk film layar lebar. Menurut saya, masuk genre "thriller-mystery" dan secara D.O.P harus divisualisasi dan dibikin frame-frame dramatis seperti film "Crash" atau "The Dead Girl".

Mohon doa restu, input, kritik, beras, baju-baju bermerk layak pakai..



Frame 12, "The Assistant", by Cippi

Masih pukul 9. Dia akan datang satu jam dari sekarang. Itu artinya aku punya kesempatan memeriksa semua hal. Semuanya, rencanaku tak boleh gagal. Ok, mari kita buka lagi. Materi untuk si Ibu, siap. Materi dari Mas Jiwo, siap. Cakram presentasi Budi, siap. Kertas kosong dan pena untuk peserta rapat, siap. Sekarang aku bisa menyiapkan teh untuk si Ibu. 


Ini saatnya aku memanggil mbak Shinta. Ah, itu telponnya, di meja sudut. 3-3-0, nah sudah terhubung. “Mbak Shinta, saya sudah di ruang rapat. Teh untuk Bu Chandra belum dibuatkan Yanto, ya? Yanto sedang mengantar Mbak Sukma? Ya sudah, saya buatkan. Ada, saya kebetulan bawa teh celup. Iya, teh hijau. Si Ibu sudah datang? Iya, saya sudah bilang ke beliau bahwa saya duluan ke ruang rapat. Saya mau menyiapkan materi presentasi saya.” Beres. 
Mas Jiwo, dan seluruh peserta rapat pagi ini sudah aku beritahu bahwa pertemuan diundur 45 menit karena si Ibu harus ke dokter dulu. Aku punya waktu 45 menit untuk menyelesaikan ini. Dan ini harus selesai, harus!


Campurkan sedikit saja, si Ibu tak akan mungkin mengenali baunya. Si bodoh itu akan merasa high, tak lama perutnya akan bergejolak, dan panggilan alam pun tiba. Di situlah aku harus cepat bertindak.


Di mana aku sembunyikan tongkat itu? Ah, di balik pintu toilet. Gerendel dalam pintu kamar mandi sudah aku lepas, dia tak akan bisa mengunci pintu. Aku sudah menyiapkan ember penuh air dan gayung di dekatnya. Dia akan menggunakannya untuk menutup pintu sementara hasrat buang air besarnya tak tertahankan lagi. Pasti ketika ide cemerlang itu terlintas, dia merasa sejenius McGyver. Saat itulah aku menerobos masuk…


Ini saatnya. Kau tak perlu takut, dia adalah penghalang kebahagiaan hidupmu. Hidup semua orang di divisi ini. Kau akan menjadi pahlawan, kau membebaskan beban berat yang dirasakan teman-temanmu. Kecemasan, ketakutan, depresi akut akibat dianiaya secara mental. Kau bisa melanjutkan hidupmu, kesenanganmu bekerja. Kau berhak atas itu. 



Kau berhak, Tini…


courtesy of www.executivecoachingforbusinesssuccess.com

No comments:

Post a Comment