My name was Salmon, like the fish; first name, Susie. I was fourteen when I was murdered on December 6, 1973.
kalimat di atas adalah kata-kata pembuka film yang diadaptasi dari novel karya Alice Sebold, "Lovely Bones." film ini pas banget dipercayakan ke Peter Jackson. sutradara trilogi Lod of The Ring ini berhasil membuat visualisasi sebuah cerita muram nan melankolis (dan penuh konflik) menjadi suatu tontonan yang "menggugah dan indah."
saya baru baca novelnya setelah menonton film ini. dan luar biasanya, saya memilih filmnya sebagai yang lebih "menarik" dibandingkan dengan novelnya (yang sebenarnya enggak kalah menarik). situasinya: mood saya memang sedang agak drop, kerjaan tak ada ampun banyaknya, cuaca sedang banyak hujan. novelnya yg muram, konfliktif, penuh kata makian, dan rada absurd (terutama tentang penggambaran 'surga' oleh almarhumah Susie) jadi kurang sedap aja. apalagi sebelumnya saya habis baca "Angus, Thongs and Full-Frontal Snogging"-nya Louise Rennison, yang lucunya gila banget. ya gitu deh, abis nonton film ini jadi teringat kondisi yang lagi drop...
di dalam novel digambarkan dengan kata-kata Susie bagaimana si pembunuh serial gadis-gadis muda, George Harvey, dengan kejam menghabisi korban-korbannya. ada juga flashback masa kecil Harvey yang traumatis, sebagai latar belakang perbuatan biadabnya. narator cerita ini, Susie, seakan-akan bicara kepada pembaca dari surga sana. tetap dengan sifat humanis, Susie akhirnya menerima dan memaafkan tindakan Harvey yang sakit jiwa ini. konflik-konflik lain yang bergantian muncul setelah Susie menghilang sepulang sekolah dan akhirnya dinyatakan tewas; tentang perjuangan ayah Susie, Jack Salmon, mencari bukti-bukti kekejaman Harvey; tentang perselingkuhan Abigail Salmon (ibunya Susie) dengan Fenerman (detektif polisi yang mencari Susie); tentang naik-turun kehidupan saudara-saudaranya Susie (Lindsay dan Buckle); dan tentang korban-korban Harvey lainnya. padat banget deh, rada capek juga bacanya.
tapi di filmnya, Peter Jackson mengubah fokus penonton sepenuhnya ke 'surganya Susie.' gambaran tentang surga yang cuantik, diperkuat dengan animasi ala LOTR yang halus dan memang cantik. warna-warnanya bikin mata adem (meski hati tetep kebat-kebit karena sedih). kekerasan dan konflik-konflik yang terlalu 'melebar' diapus sama dia. affair ibunya Susie sama detektif polisi di-skip. adegan Susie ML (Makan Lemper, eh Make Love) sama gebetannya, Ray Singh, diganti jadi ciuman aja. lebih mengagetkan lagi, insiden Harvey kejatuhan icicles--yang menurut novelnya memang diniatkan oleh Susie--dibuat seakan-akan 'alamiah.' pokoknya Peter Jackson tidak ingin penonton punya kesan film ini kasar, mortal, violence. semua dibuat indah dan baik. rupa-rupanya dia ingin mengimbangi konklusi almarhumah Susie yang sedang bercerita di surga sana, bahwa eventually segala sesuatu yang terjadi di dunia itu--baik atau buruk--pasti ada hikmahnya.
dan inilah kata-kata penutup Susie di dalam novel Lovely Bones:
These were the lovely bones that had grown around my absence: the connections — sometimes tenuous, sometimes made at great cost, but often magnificent — that happened after I was gone. And I began to see things in a way that let me hold the world without me in it. The events my death brought were merely the bones of a body that would become whole at some unpredictable time in the future. The price of what I came to see as this miraculous lifeless body had been my life. (p. 363)
PS: saya sukaaa banget dengan suasana 70-an yang dibangun di film ini. wardrobe-nya keren, simbol-simbol jamannya pas, rambutnya Susan Sarandon keren banget!
top lah, Peter Jackson!
kalimat di atas adalah kata-kata pembuka film yang diadaptasi dari novel karya Alice Sebold, "Lovely Bones." film ini pas banget dipercayakan ke Peter Jackson. sutradara trilogi Lod of The Ring ini berhasil membuat visualisasi sebuah cerita muram nan melankolis (dan penuh konflik) menjadi suatu tontonan yang "menggugah dan indah."
Salah satu poster filmnya, keren! |
saya baru baca novelnya setelah menonton film ini. dan luar biasanya, saya memilih filmnya sebagai yang lebih "menarik" dibandingkan dengan novelnya (yang sebenarnya enggak kalah menarik). situasinya: mood saya memang sedang agak drop, kerjaan tak ada ampun banyaknya, cuaca sedang banyak hujan. novelnya yg muram, konfliktif, penuh kata makian, dan rada absurd (terutama tentang penggambaran 'surga' oleh almarhumah Susie) jadi kurang sedap aja. apalagi sebelumnya saya habis baca "Angus, Thongs and Full-Frontal Snogging"-nya Louise Rennison, yang lucunya gila banget. ya gitu deh, abis nonton film ini jadi teringat kondisi yang lagi drop...
Beberapa captures filmnya. Perhatikan warna-warna vintage yang lembut ala 70-an tapi terlihat kontras. |
di dalam novel digambarkan dengan kata-kata Susie bagaimana si pembunuh serial gadis-gadis muda, George Harvey, dengan kejam menghabisi korban-korbannya. ada juga flashback masa kecil Harvey yang traumatis, sebagai latar belakang perbuatan biadabnya. narator cerita ini, Susie, seakan-akan bicara kepada pembaca dari surga sana. tetap dengan sifat humanis, Susie akhirnya menerima dan memaafkan tindakan Harvey yang sakit jiwa ini. konflik-konflik lain yang bergantian muncul setelah Susie menghilang sepulang sekolah dan akhirnya dinyatakan tewas; tentang perjuangan ayah Susie, Jack Salmon, mencari bukti-bukti kekejaman Harvey; tentang perselingkuhan Abigail Salmon (ibunya Susie) dengan Fenerman (detektif polisi yang mencari Susie); tentang naik-turun kehidupan saudara-saudaranya Susie (Lindsay dan Buckle); dan tentang korban-korban Harvey lainnya. padat banget deh, rada capek juga bacanya.
Mr the one and only: Peter Jackson. |
tapi di filmnya, Peter Jackson mengubah fokus penonton sepenuhnya ke 'surganya Susie.' gambaran tentang surga yang cuantik, diperkuat dengan animasi ala LOTR yang halus dan memang cantik. warna-warnanya bikin mata adem (meski hati tetep kebat-kebit karena sedih). kekerasan dan konflik-konflik yang terlalu 'melebar' diapus sama dia. affair ibunya Susie sama detektif polisi di-skip. adegan Susie ML (Makan Lemper, eh Make Love) sama gebetannya, Ray Singh, diganti jadi ciuman aja. lebih mengagetkan lagi, insiden Harvey kejatuhan icicles--yang menurut novelnya memang diniatkan oleh Susie--dibuat seakan-akan 'alamiah.' pokoknya Peter Jackson tidak ingin penonton punya kesan film ini kasar, mortal, violence. semua dibuat indah dan baik. rupa-rupanya dia ingin mengimbangi konklusi almarhumah Susie yang sedang bercerita di surga sana, bahwa eventually segala sesuatu yang terjadi di dunia itu--baik atau buruk--pasti ada hikmahnya.
dan inilah kata-kata penutup Susie di dalam novel Lovely Bones:
These were the lovely bones that had grown around my absence: the connections — sometimes tenuous, sometimes made at great cost, but often magnificent — that happened after I was gone. And I began to see things in a way that let me hold the world without me in it. The events my death brought were merely the bones of a body that would become whole at some unpredictable time in the future. The price of what I came to see as this miraculous lifeless body had been my life. (p. 363)
PS: saya sukaaa banget dengan suasana 70-an yang dibangun di film ini. wardrobe-nya keren, simbol-simbol jamannya pas, rambutnya Susan Sarandon keren banget!
top lah, Peter Jackson!
No comments:
Post a Comment